113573255363479484

Melewati jalan-jalan yang penuh sesak dengan kesibukan pagi kota Jakarta, aku memulai lagi ‘Rispondimi’. Aku suka tokoh ‘aku’ yang selalu dihidupkan dalam buku-buku Susanna Tamaro. Tokoh aku disini adalah Rosa… dan lalu sampailah Rosa pada kata CINTA. Dia tidak sedang bermain dengan kata-kata tapi hatinya telah menuntunnya untuk bertanya-tanya tentang cinta. Apakah cinta benar-benar ada? Dalam bentuk apakah cinta menyatakan diri? Cinta hanyalah kata seperti meja, jendela, lentera. Kala dia kecil, dia percaya cinta sama halnya dengan peri yang selalu dicarinya dicelah-celah kayu dan di balik tudung jamur. Sesaat aku menutup buku ini. Dadaku sesak, ingin meledak. Lalu terbaca olehku beberapa baris kata di cover belakang buku ini. ?Orang yang mencintai menanggung risiko lebih besar, dan sering harus membayar harga yang lebih tinggi?. Tiba-tiba saja aku ingat sahabatku yang sering mencekokiku dengan konsep ?mencintai adalah memberi dan memberi?. Entah kenapa, aku dalam hatiku, membenarkannya. Saat itu aku tersadar bahwa aku sedang belajar, belajar tentang hidup, belajar tentang kepedihan dan belajar untuk menjadi bahagia. Aku berpikir bahwa Tuhan mengirimnya untuk menjadi malaikat penolongku. Dan suatu keajaiban kecilpun terjadi. Disaat yang sama, ketika aku berpikir tentang hal itu, sebuah pesan pendek kuterima. Sahabatku bercerita tentang malaikat penolong. How great Thou art.

Small Miracle

Dan hatimupun gundah kala keinginan tak kunjung berwujud. Semua lenyap dalam ketiadaan. Namun… percayakah kamu bahwa Tuhanmu itu baik, tak sekalipun dia membiarkanmu merangkak karena kedua kakimu yang tak lagi kuat membawa beban tubuhmu. Dia akan menggendongmu, dan membuatmu tersenyum lebar. Membuat saat saat kejatuhanmu menjadi moment magis. Keindahan-keindahan kecil dalam hidupmu adalah KEAJAIBAN. Dan keajaiban itu bisa menghampirimu kapan saja. Disini aku ingin berbagi, bahwa menerima hal-hal kecil dalam hidup kita membuat kita bahagia.

Senin kemaren ditengah-tengah kesibukanku, aku menyempatkan diri ke kantor pos, mengirimkan beberapa syal made in Korea, kaos dan souvenir made in China yang kubeli di Washington kepada Ortuku. Tak ada rencana apapun dalam benakku saat itu, apalagi mengingat bahwa tiga hari setelah itu – tepatnya hari ini – adalah hari ibu. Kepalaku yang penuh dengan schedule dan hal yang meruwetkan sel-sel otakku tak lagi bisa menampung informasi bahwa hari itu adalah tanggal 19 Desember 2005. Hari ini Mama sms aku, Mama senang karena bertepatan dengan hari ibu, mama memperoleh kejutan dariku. Aku tersenyum hari ini, bukan karena kebetulan-kebetulan agung yang boleh aku alami, tapi lebih karena aku masih bisa merasakan hangat sentuhanNya yang telah membesarkan hatiku, membangun reruntuhan hati yang berserakan. Lewat Mama anugrah Tuhan mengalir tiada henti.