Email itu …

Halo Vie,apa kabar?” Begitu Mas Hananto, seorang rekan correspondent untuk media asing, memulai emailnya. Private email terpanjang yang pernah kudapatkan. Membacanya, seolah aku sedang membaca thesis, karena isinya lebih ke pandangan-pandangan dia dan berakhir dengan conclusion and suggestions.

Beberapa hari lalu aku sedikit gelisah, tidak menemukan tempat pas buat bercerita-kadang teman tidak selalu ada untuk kita- akhirnya aku berkirim email ke dia. Menuangkan keluh kesah.

Utk membahas hal itu, pertama-tama tulisan ini tolong diletakkan dlm konteks opini…” begitu paragraf berikutnya dimulai. “Setelah menerima imelmu, berhari-hari masalah, ide dan rencanamu itu aku pikirkan … bekerja di instansi pemerintah, dlm suatu sistim yg sangat birokratis (dlm suatu pola yg sdh tersusun scr sistematis bertahun-tahun, dlm jenjang hirarkis dimana didlmnya terdpt aktor2 dr berbagai golongan dan tipe kepribadian).Itulah konsekwensi yg hrs kita hadapi jk kita masuk atau mjd bagian langsung dlm birokrasi pemerintah. Bila ide, orientasi/cita2 dan kepribadian kita tdk cocok atau bertentangan dgn org atau sekelompok org, maka kita bagai menghadapi atau berbenturan dgn tembok kokoh.

Sistim birokrasi itu dihuni dan digerakkan oleh ratusan atau ribuan org, dan telah disusun bertahun-tahun. Dalam proses pembentukan dan pergerakan bekerjanya birokrasi itu (agar sesuai dgn rencana dan cita2 yg tlh digariskan) ada berbagai individu, golongan maupun kelompok yg memanfaatkan dan
mengambil keuntungan pribadi dari lemahnya dan ketidak-sempurnaan sistim birokrasi bekerja. Disinilah PERUBAHAN menemukan maknanya. Mereka yg mendiamkan, memanfaatkan serta mengambil keuntungan dari kelemahan dan ketidak-sempurnaan sistim birokrasi itu, berhadap-hadapan dgn mereka yg termasuk golongan ingin memperbaiki kelemahan dan ketidak-sempurnaan itu. Termasuk pula dlm hal ini mau (scr sadar dan ikhlas) mengakui dan menghargai ada perbedaan ide, semangat dan kreativitas. Dlm lingkup dan konteks inilah terjadi benturan. Krn dlm lingkup tsb terdapat sekat-sekat kekuasaan dan jenjang hirarkis, dimana aspek itu dibuat diantaranya utk memudahkan kontrol, koordinasi dan meningkatkan efektivitas.”

Lalu dia meng-address permasalahan ini dan meninjaunya dari nilai-bilai (values), begini lanjutannya“Padahal, konteks persoalan yg sebenarnya ada pada semangat dan nilai (values) atau moral. Moral disini diartikan sebagai bentuk manifestasi nilai kejujuran (kebenaran thd ajaran ketuhanan & hati nurani), kesetiaan (kesetiaan sbg pegawai pemerintah yg berarti tdk melakukan tindakan yg merugikan bangsa/masyarakat dan negara) dan keberanian (berani utk mempertahankan kebenaran, kejujuran, kesetiaan dan tidak mendiamkan suatu kesalahan)”. Dan yang aku perlu aku lakukan adalah … bla bla bla. Mencoba bersikap lentur atau luwes adalah sesuatu yang tidak mudah, karena berkaitan dengan bakat dan pola kepribadian. Lanjutnya : “Tp utk kelenturan (sebagaimana kita lihat Roosevelt, JFK, Akbar Tandjung, SBY dll), perlu latihan dan ‘simulasi’ terus-menerus, sayang kamu tidak terlatih untuk itu”. Aku hanya bercita-cita sebagai ibu rumah tangga Mas, bukan politisi 🙂 . Email itupun aku tutup kembali setelah sekian kali aku membacanya.