Apa yang membuatku jatuh hati pada lelaki, yang tanda tangannya di atas novel milikku tak pernah kudapatkan? His thought, his beautiful mind. Kekagumanku pada orang telkom satu ini semakin penuh, membuncah melewati volume standarku. Bahasanya tak serumit bahasa aramaik yang digunakan untuk mencatatkan kitab perjanjian lama. Dia telah membuat dopaminku menyentuh level tertinggi selama setahun ini.
Terlepas dari kesamaan pengalaman karena pernah berganti nama, pun naungan konstelasi yang telah sama-sama mendudukkan kami sebagai warga Scorpius, aku merasa senasib. Manusia yang terus berkelana dengan mimpi-mimpinya.
Sabtu kemaren di MP Book point, setelah hunting di beberapa toko buku sedari rabu, aku mendapati tumpukan Edensor disamping The Starbucks Experience, buku yang hampir kubeli tapi hatiku mengatakan tidak.
Jadilah Andrea menemaniku selama weekend ini. Dia membuatku tergelak, tersenyum dan sesekali terdiam didera haru. Ada beberapa bagian yang rada sinis, yang menurutku belum kutemukan di dua bukunya terdahulu.Atau suasana hatiku pada saat membaca buku ini sedang terlalu sensitif atau aku perlu membuka lagi dua bukunya terdahulunya untuk memastikan tak ada nada sinis di bukunya terdahulu. Sayang kedua buku itu masih beredar di teman-teman, efek propagandaku yang selalu berhasil. Oh ya, sejak kapan ya EU memberikan pinjaman ke Indonesia? Mas Andrea kayaknya sinis banget kalau berbicara tentang utang.
Di bukunya yang ketiga ini, dia banyak bercerita tentang explorasinya ke negeri Eropa berbekal street performance dengan gaya mematung di jalan-jalan, bakat yang baru disadarinya setelah sekian tahun meyakini bahwa bulu tangkis adalah talentanya. Tak dinyana, dia seorang backpacker sejati. Salut. Seumur hidupku, jalan2 menjelajah ke negeri orang, tak pernah sekalipun aku makan daun plum karena desakan cacing-cacing di perut yang sedang menggeliat kelaparan. Jadi teringat si Ambar yang sering kali menslogankan Backpacker ala kere.
Banyak hal-hal lucu yang tak terduga dimunculkan oleh ide smart Andrea. Misalnya kenapa ibunya tak mau mengejan di menit-menit kelahirannya dan hanya memandangi jam weker. Bukan karena sudah bosan karena lagi-lagi bujang yang dia dapat, tapi karena alasan unik yang membuatku terpingkal-pingkal. Atau kisah penggantian namanya beberapa kali karena ulah usilnya. Mengingatkanku pada Mama yang tanpa meminta persetujuanku menggubah namaku. Pun kisah haru dikala hukuman yang seharusnya dia dapatkan dari Bapaknya berganti dengan nasihat di atas boncengan si Bapak dengan kaki terikat agar tak terkena jeruji sepeda serta bonus tebu yang ditusuk-tusuk di lidi. Tak kalah mengharukan, kala sang Bapak menyisipkan tiga perangko baru saat dia menyampaikan kabar ke Ikal dan Arai di Paris.
Overall, sebagaimana kisah-kisah di buku sebelumnya yang penuh tawa dan haru, Anda tidak akan pernah menyesali keputusan Anda untuk menjadikannya sebagai bagian dari rak buku Anda.