Hari Oeang Repoeblik Indonesia

Tak urung pembacaan Detik-detik Beredarnya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) disela-sela aktifitas upacara bendera di pagi nan mendung, membuatku merinding tak keruan.

Satu hari dan 61 tahun yang lalu, tersebutlah Boeng Hatta mendeklarasikan ini:

“Besok tanggal 30 Oktober 1946 soeatoe hari jang mengandoeng sedjarah bagi tanah air kita .

Rakjat kita menghadapi penghidoepan baroe. Besok moelai beredar Oeang Repoeblik Indonesia sebagai satoe-satoenja alat pembajaran jang sah. Moelai poekoel 12 tengah malam nanti, oeang Djepang jang selama ini beredar sebagai oeang jang sah, tidak lakoe lagi. Beserta dengan oeang Javasche Bank. Dengan ini toetoeplah soeatoe masa dalam sedjarah keoeangan Repoeblik Indonesia. Masa jang penoeh dengan penderitaan dan kesoekaran bagi rakjat kita!
Sedjak moelai besok kita akan berbelandja dengan oeang kita sendiri, oeang yang dikeloearkan oleh repoeblik kita. Oeang Repoeblik keloear dengan membawa perobahan nasib rakjat, istimewa pegawai negeri, jang sekian lama menderita karena inflasi oeang Djepang. Roepiah Repoeblik jang harganja di Djawa lima poeloeh kali harga roepiah Djepang, di Soematra seratoes kali, menimboelkan sekaligoes tenaga pembeli kepada golongan rakjat jang bergadji tetap, jang selama ini hidoep dari pada menjoeal pakaian dan perabot roemah, dan joega kepada rakjat jang menghasilkan, jang penghargaan toekar barang penghasilannja djadi bertambah besar “

Selamat Hari Oeang Repoeblik Indonesia.

Sekali Berlibur, Empat Lima Pulau terlampaui

Berbeda dengan trip to Belitung yang hanya menyinggahi 2 pulau kecil. P’Lengkuas dan P.Burung, perjalanan kali ini berhasil menyinggahi 5 pulau sekaligus, meskipun dua diantaranya hanya menelusuri garis pantai-nya.

Tersebutlah Pulau Karimun Jawa, tempat Kapal Motor Cepat Kartini berlabuh. Pulau yang mayoritas penduduknya adalah nelayanini terbilang cukup ramai. Mereka mendiami pesisir pulau yang didominasi oleh pegunungan. Beberapa bangunan tua masih difungsikan sebagai bangunan administrative pedesaan. Namun tak jarang bangunan mewah berlantai dua,yang salah satunya di beri tonggak “milik petinggi desa”, meramaikan landscape pulau ini. Di pulau yang terdiri atas satu kecamatan dan dua desa inilah nadi administratif pemerintahan kepulauan Karimun Jawa terletak.

Pulau Kedua di hari kedua, perjalanan kami adalah P.Menjangan Besar. Terletak bersebelahan dengan P. Karimun Jawa, pulau ini tambak jauh lebih kecil kalau dilihat di peta. Vegetasi yang banyak tumbuh di pinggir pantai adalah Bakau. Hamparan pasir putih dan gradasi air laut dari hijau muda, biru muda hingga biru tua memenuhi ruang pandangku. Tak jauh dari tambatan perahu, berdirilah bangunan kayu semi permanen tempat petani membudidayakan kerapu. Luntur sudah idealisme seorang teman yang tak mau menyentuh daging kerapu karena menurutnya demi menangkap kerapu, nelayan harus meletakkan bom diantara karang-karang. Memakannya berarti ikut merusak karang. Bagi kami tempat ini berarti mendayakan kerapu secara berbudi.

Di hari ketiga, tiga pulau sekaligus terlapaui. P.Cemara Besar, P.Cemara Kecil dan P.Menjangan Kecil. P. Cemara Besar, dari namanyapun sudah tertebak, pasti vegetasi cemara berkerumun di pulau ini. Sebelum perahu merapat di sisi utara P.Cemara Besar, kami menyempatkan snorkeling di kedalaman laut 2-3 meter. Tak banyak ikan di sini, tapi koral laut berbagai bentuk yang berwarna warni menyuguhi mata kami dengan keindahan dan membuat kami betah terapung di atas air.

Sesi berikutnya kuberi judul Narsisme di P.Cemara Besar. Di sesi ini keberadaan tripod sungguhlah berarti. Bagiku, melakukan perjalanan dengan rekan-rekan yang hobby fotografi menjadikan trip kali ini sungguh istimewa. Di pulau ini kami bermain komposisi. Namun kegembiraan sesaat berubah menjadi kegundahan kala perahu yang tertambat tergeser oleh ombak. Tempat kami mendarat yang semula hanya sedalam 60 cm, bergeser ke tempat dengan kedalaman 180 cm. Tinggiku yang Cuma 165 cm takkan mampu menyelamatkan kamera dan propertinya. Lagi-lagi Paulus datang sebagai dewa penolong. Tingginya yang di atas 180 cm, membuatku santai berenang ke arah perahu.

Tidak berbeda dengan aktifitas kami di P.Cemara Besar, di P.Cemara Kecil beberapa diantara kami yang masih belum puas snorkeling segera mencebur ke laut. Dengan kedalaman yang lebih dari 2 meter, terlihat banyak ikan disini. Tak lama kemudian perahupun melaju ke P.Menjangan Kecil. Tak banyak yang bisa kami lakukan di sini. Melihat kapal karam di dasar laut? Ahh, yang ini jelas bukan bagianku, bahkan di kolam renangpun aku belum bisa memanage tubuhku untuk berenang di dasar kolam.

Aktifitas hari itu kami tutup dengan mendaki perbukitan Karimun Jawa. Rasa lelah seakan terobati dengan pemandangan Sunset dari atas bukit. Meskipun pemandangan sunset yang tak sempurna, kami cukup puas bisa mencapai lanskap yang berbeda.

Liburan di P.Karimun Jawa kali ini kututup dengan perjalanan malam di atas bus ekonomi menuju Terminal Bungur Asih. Dan di atas roda yang melaju di kegelapan malam, aku sendirian mengenang keindahan dan kehangatan yang sempat singgah. Ah, kadang keindahan itu tidak bisa kita kuasai seterusnya.

Wisma Apung Pak Joko, dimana keramahan dan kehangatan membaur.

Di Wisma Apung

“Wontenipun namung kamar ingkang mboten ngangge AC, kamar mandinipun datheng njawi” (yang ada hanya kamar non AC dengan toilet diluar), begitu jawab Pak Joko via telp ketika aku mencoba reserve kamar dari Jakarta. Kamar tak ber-AC tak masalah. Kamarkan cuma buat tidur, aku pasti akan banyak menghabiskan waktu berjalan-jalan dipulau pikirku, seraya mengiyakan reservasi kamar berikut paket perjalanan.

Dugaanku untuk berjalan-jalan di pulau sembari menunggu saat tidur tibaternyata salah besar. Euphoria selesai Kapal Motor Cepat Kartini merapat dipelabuhan Karimun Jawa sirna begitu saja tatkala kami dibawa sebuah mobil carry ke satu pelabuhan disisi lain pulau. Masih terngiang perjalanan di atas kapal cepat yang mengocok isi perutku harpir 3.5 jam lamanya. Lalu … siksaan apalagi ini? Apakah demi melihat sorga orang mesti sengsara?

Ah ternyata hanya 5 menit perjalanan dengan kapal motor nelayan sampailah kami di Wisma Apung, deretan kamar kayu yang kokoh berdiri di atas karang yang sama sekali tidak attached ke satu pulaupun. Kami dikelilingi air. Daratan hanya bisa ditempuh dengan perahu, atau kalau berani nekad, berenang diantara karang dan bulu babi bisa mengantar kami ke pulau terdekat, P.Menjangan Besar.

Lantas apa yang bisa kami lakukan disini kalau jadwal trip ke pulau sedang tidak ada? Awalnya kupikir pagi dan malam hari akan sangat membosankan. Lagi-lagi aku salah. Ini saatnya mengeksplore sisi lain Putut dan Paulus, teman seperjalananku. Tak berhenti di sini, kamipun mengeksplore hingga kamar-kamar sebelah.

Tersebutlah dua keluarga dari Jakarta dengan masing-masing dua anak, menjadi akrab dengan kami. Ini efek intensitas pertemuan yang tak terelakkan. Pak Gunawan, seorang advokat yang ramah beserta istrima yang dosen kedokteran Untar menyapa kami terlebih dahulu. Ariel anak pertamanya yang gemar fotografi selalu mengalungi Canon D400. Clements calon dokter yang gentle dan penolong sedari hari pertama telah menghiasi dua jarinya dengan tensoplast akibat taring-taring hiu yang mencoba meraih ikan dari tangannya.

Adalagi pasangan Ari dan Bhakti yang berdomisili di Depok yang selalu deperlengkapi dengan peta perjalanan. Dengan Ari yang aktif di milis jalan-jalan, aku asyik berdiskusi tentang trip-trip perjalanan yang mengasyikkan.

Pak Joko yang asli Magelang sesekali nimbrung ditengah-tengah obrolan kami, menambahi pengetahuan kami tentang pulau ini. Si Mbah Putri penunggu Wisma Apung, masih enak juga diajak ngobrol. Nenek Pak Joko yang berusia kurang lebih 65 tahun ini penduduk asli Karimun. Darinya kuperoleh cerita bahwa Pak Joko memberdayakan seluruh keluarganya untuk mengelola wisma ini. Betul-betul proyek padat karya.
Nah satu lagi, seorang lelaki tua lebih dari 70 tahunan, Kakek Pak Joko, yang penglihatan dan pendengarannya mulai terganggu. Bercakap-cakap dengannya membuat kami menemukan species ikan baru diperairan Karimun Jawa “I(h) KAN GAK NYAMBUNG”

In short, dalam 4 hari 3 malam, Kopi Kapal Api, Teh Sariwangi dan kacang garing menjadi saksi kehangatan yang tercipta di atas Wisma Apung.

Karimun Jawa, Oct 13 – 16 2007

Karimun Jawa

Bagiku KARIMUN JAWA adalah pelarian atas rencana soft trekking ke Krakatau yang terpaksa digagalkan secara sepihak oleh seorang teman yang tak rela ditinggalkan.Namun, tak sedikitpun aku menyesali itinerary dadakan dengan perencanaan setengah matang,bak dua butir telur, menu sarapan pagiku setiap aku menginap di hotel, disajikan didepan mata lalu dilahap. Pun dengan Karimun Jawa, semua tersaji didepan mataku. Otakku menangkap dan mengolahnya, lalu dia membiarkan indra-indra lain mengecap keindahan lewat sentuhan-sentuhan langsung. Mata menangkap keindahan diantara hijau birunya laut nan jernih, telinga mendengar riak merdu ombak dan burung-burung yang perutnya sudah dikenyangkan oleh ikan, hidungku mencium aroma khas laut. Rasa asin yang terkecap sesekali kala terhantam riak kecil saat snokling di Tanjung Gelam. Kulitku, lagi-lagi merasakan sengatan matahari, membuat efek Belitung semakin kentara dikulitku.

Overall, perasaanku dihibur oleh semesta yang tampak elok di depanku.

Siapa sangka perjalanan hampir 20 jam dari Jakarta, dihantam kelelahan, kantuk dan mualnya perut akibat hentakan gelombang, akan berakhir di sorga Karimun Jawa? Siapa juga yang menduga bahwa “sorga” bisa ditempuh dengan 700 ribu untuk satu paket perjalanan include tiket PP Semarang – Karimun, all meal dan trip to the islands near by? I’m the lucky one.

Internet, Politik dan Persahabatan

Bagaimana kata internet, politik dan persahabatan membaur menjadi satu kisah unik?Kisah sebagian kucuplikkan dari tulisan Amy Schatz dari kolom economy and politics, the Wall Street Journal edisi cetak minggu lalu. Lagi-lagi tentang pesta demokrasi di US tahun depan :).Kalau sempat melihat video YouTube hits beberapa minggu lalu, video ini akan cukup merusak nafsu makan kita. Though, I wouldn’t mind having this as my breakfast. Aku terbiasa dengan menu pagi yang hanya berisikan campuran oatmeal plus susu panas. without salt and sugar. Namun kalau kita tahu kisah dibalik itu, to be honest, I would be more than grateful of having a friend like you, Mr Green.Alkisah, disuatu website berjudul The Online clearinghouse for democratic action, terpampanglah salah satu candidate state representative, Daniel Biss, seorang professor matematika muda yang mengajar di University of Chicago.

ActBlue menyediakan sarana bagi mereka yang ingin menjadi penyumbang dana bagi salah satu candidate. Pun nama candidate presiden John Edwards terpampang disana sebagai one of the top money raiser. So ActBlue is simply clearinghouse. Mudah dan cukup menarik. Mungkin kita masih membayangkan deretan angka-angka yang harus disembunyikan atau diselipkan di anggaran-anggaran tertentu guna menyokong salah satu calon presiden or gubernur or calon bla bla bahkan balon bla bla bla. Praktik seperti itu bukan jamannya lagi. Bermain petak umpet hanya untuk anak-anak kecil yang belum mengerti pahit manisnya politik. In short, Transparansi menjadi hal yang mutlak di dunia demokrasi.

Si Mr Biss yang masih 30 tahun ini, menggunakan Actblue sebagai cara murah untuk menghimpun dana dari masyarakat. Bahkan dia sempat menduduki peringkat kedua dalam penghimpunan dana lewat clearing house ini. Uang yang terhimpun dalam Actblue beberapa diantaranya diperoleh dari para blogger dan mereka yang membuat video online, YouTube.

Nah, tersebutlah John Green, novelis muda sahabat Daniel Bliss yang videonya muncul di YouTube pertengahan Agustus lalu dan sempat menjadi hits. Mr Green berjanji untuk minum juice Happy Meal- campuran plain burger, kentang goreng plus coke yang sudah diblender- dan mem-wax bulu kakinya jika paling tidak 200 orang mendominasi uangnya secara online kepada Mr Biss. Seperti dilaporkan di Wall Street Journal, berkat video ini, telah terkumpul USD 3.200 untuk Mr Biss. Tak terbayangkan berapa cup of ‘Happy Meal Juice’ dan berapa teriakan yang dihasilkan Mr Green ketika dia ingin membuat kakinya seperti kaki meja, demi upayanya mendukung pencalonan sahabatnya.

Jadi, apa yang tidak akan dilakukan seseorang bagi sahabatnya? Beruntunglah kita yang punya banyak sahabat. Oh ya, Mr Green sendiri menyatakan bahwa belum pernah sekalipun ia menyaksikan video sahabatnya ini minum Liquefied Happy Meal, “Was bad enough”, katanya.

So, apa yang sudah dilakukan sahabatmu untuk dirimu? Green… sounds like Gre 🙂 .