Sewa Kebaya Vs Sewa Mobil

Membaca comment dari Sdr. Gregorius aka Tommy di tulisanku ini, mengingatkanku pada sebuah talk show di radio yang ku dengarkan sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Bahwa dua buah simpulan yang saling bertolak belakang bisa saja keduanya benar, sepanjang didukung dengan asumsi yang tepat. Demikian pula, mencari data-data yang men-support simpulan kita akan sama mudahnya dengan mencari data-data untuk menolak simpulan tersebut.

Sepertinya paragraph di atas tidak banyak berkaitan dengan paragraf-paragraf di bawah ini, kecuali satu hal, bahwa menganalisa kegiatan sehari-hari dari kacamata ekonomi ternyata memang menarik, setidaknya bagiku. Thanks to Sdr. Gregorius yang membuatku kembali membaca tulisanku sendiri dan memberiku ide untuk menulis dengan tema serupa.

Beberapa saat lalu ketika Adek di Jakarta bercerita tentang saudaranya yang baru membeli mobil seharga ratusan juta, berniat menyewakan mobil tersebut. Aku langsung  berpendapat bahwa harga sewa sebesar 400 ribu per hari cukup mahal.

Sementara itu, seminggu sebelumnya, aku dan saudara partner mengunjungi tempat penyewaan baju untuk sekedar mencontoh model kebaya terkini yang pas untuk kami kenakan. Ketika mendengar harga sewa yang hanya sebesar 1 juta, kami sepakat untuk menilai tempat penyewaan baju ini cukup murah.

Tanpa menggunakan kacamata ekonomi, dua pendapat di atas sepertinya sangatlah aneh. Bagaimana mungkin sebuah mobil yang harganya di atas seratus juta hanya dihargai kurang dari 400 ribu untuk sewa satu hari. Sedangkan sebuah kebaya yang seharga 8 juta (bahan 5 juta + biaya jahit & payet 3 juta) dihargai minimal satu juta untuk satu kali sewa.

Ok lets start analyzing. Please comment once you come up with another analysis and assumption.

Mobil baru seharga 125 juta, paling tidak dapat dimanfaatkan minimal selama 2 tahun untuk penyewaan. Setelah itu bisa dijual dengan harga, paling tidak, 75% dari harga perolehan. Sedangkan untuk baju kebaya yang seharga 8 juta, paling tidak bisa dimanfaatkan maksimum hanya 2 tahun (ingat, model baju cepat sekali berubah, semakin lama model kebaya semakin tidak laku kebaya tersebut). Setelah masa penyewaan itu, very unlikely kita bisa menjual kembali kebaya tersebut dengan separoh harga perolehan, kecuali di donorkan untuk charity atau dijual dengan harga yang sangat murah. Jadi, cukup wajar bagi tempat penyewaan kebaya untuk men-charge biaya sewa yang cukup tinggi.

Penyewaan kebaya perlu menyediakan setidaknya 5 model kebaya untuk menyesuaikan dengan selera satu customer. Itu satu customer ya, bagaimana dengan beberapa customer yang memiliki selera beragam? Dengan satu koleksi kebaya, bisa dipastikan customer akan enggan datang. Artinya biaya investasinya akan lebih mahal dengan biaya perawatan yang lebih mahal pula. Maka biaya sewa yang lebih bahal cukup layak dikenakan.

Alasan lain? Terdapat additional cost setiap ada customer yang akan menyewa kebaya. Setidaknya biaya jahit agar kebaya yang disewa pas di badan customer baru. Ingat tidak semua customer memiliki ukuran badan yang sama. So no wonder biaya sewa kebaya  lebih mahal dari pada sewa mobil.

Tapi biaya perawatan mobil kan lebih mahal? Benar, tapi apakah biaya perawatan tersebut perlu dikeluarkan setiap ada customer yang akan menyewa? Well, kecuali jika mobil yang akan disewa customer, ditabrak motor yang rem-nya blong, maka biaya perawatan sebelum di sewa customer menjadi cukup tinggi. Ahh … ini hanya terjadi di dunia Posma.

Kesempatan untuk menyewa mobil bisa datang kapan saja. Sedangkan kesempatan untuk menyewa kebaya, tidak datang setiap saat. At least pada saat musim wisuda dan musim kawin. Bagi wisudawan, atau setidaknya bagi calon pengantin kesempatan ini tidak datang dua kali. So they’re willing to pay even though it’s a bit pricey. Untuk sesuatu yang terjadi once in your life time, masa’ ya engga’ dibuat special. Regardless the purchasing power we have, the providers are able to see the scarcity event entailed. Thus charging higher price is well accepted.

Anyway ada analisa lain? Asumsi apapun diterima, sepanjang masuk akal.