
Hidup ini berjalan dengan cukup ajaib. Seorang teman bercerita, upayanya untuk membuang kucing betina di rumahnya menemui kegagalan, untuk kedua kalinya. Bahkan upaya terakhir diwarnai dengan perang bathin sang kucing hingga membuahkan cakaran-cakaran maut di tubuh temanku. Si kucing betina kembali dan temanku pun kecewa. Tak hanya dia yang kecewa, aku lebih lagi, sedih memikirkan nasib kucing itu. Btw, am a cat person and I love cats.
Tapi… seperti kataku di awal. Hidup ini berjalan dengan cukup ajaib. Di saat yang bersamaan, seorang sahabat tiba-tiba mengirimkan sebuah gambar, koleksi novel “cat stories” nya, karya James Herriot dalam empat bahasa. Ada satu buku yang hampir tak kukenali bahasanya karena cover bukunya menggunakan judul dalam bahasa Inggris. Sahabatku segera nyeletuk “yang satu itu memang tidak punya kepribadian”. Hahah, kami merujuk pada buku terbitan gramedia yang masih memberi judul “cat stories” ketimbang “Kisah-kisah Kitty” atau “Kisah-kisah Kucing”, apapun judulnya yang penting triple K :D. Sahabatku berseloroh bahwa judul dalam bahasa Indonesia terserah aku.”Demi Kaum Miaow dan demi kucing yang adil dan beradab”, katanya. Malam itu, aku terkekeh sendiri. Apalagi setelah teringat kembali kisah sahabatku beberapa tahun lalu tentang celebrity cat di Ginza yang fotonya dia kirimkan lagi padaku malam itu.
Lihat, hidup ini memang penuh keajaiban. Sesaat kesedihan itu berubah menjadi keceriaan.
Jadi… kucingpun punya hak. Biarkan dia pergi dengan sendirinya. Jangan beri insentif untuk kuncing itu betah di rumah, kalau memang kamu tidak menghendaki kucing itu tinggal. Ini semua demi keadilan sosial bagi seluruh kucing Indonesia. Salam miaow.