Malaikatpun ada dimana-mana

Sebuah kejadian tidak mengenakkan terjadi padaku kemaren malam. Seseorang menabrak kaca spion ketika mobil terparkir seharian di halaman kantor, sehingga kaca spion itu sedikit meleset dari tempatnya, dan motor penggerak spion pun tak membuat kaca bergeming dari posisinya. Aku sedikit ceroboh. Belajar dari my better half “kalau kita tidak suka risiko, lebih baik dihindari dengan kegiatan preventif”, maka aku akan menutup spion setiap aku meninggalkan mobil. Namun kemaren sungguh diluar kebiasaanku. Dan parahnya, aku baru menyadari hal itu ketika mobil telah melaju ke jalan raya. Di tengah keramaian jalanan, yang tampak olehku hanya warna hitam pekat, warna mobilku tentu saja. Aku hanya bisa nggerundel sambil sesekali mengukuti saran teman untuk mencoba dan mencoba lagi motor penggerak spion, siapa tahu keajaiban terjadi. Konyolnya, akupun percaya. Kaca semakin bergerak ketika mobil bergerak. Memahami bahaya yang mengintai, akupun berhenti dipinggir jalan, yang malam itu entah kenapa sangat padat sekali, menambah penderitaanku saja. Beberapa kali mencoba meletakkan kembali kaca spion ke rangka spion dan lagi-lagi gagal. Tiba-tiba seseorang muncul dari kegelapan. Hati mulai dag dig dug, terlebih pesan Bapak Mertua setiap pagi sebelum aku berangkat kantor serasa masuk ke akal sehatku, “kalau ada orang tiba-tiba pingsan di jalan, atau minta tolong, dicuekin saja, bisa jadi mereka punya niatan jahat, terus saja nyetir, jangan dipedulikan”. Turns out, Mas… , aku gak sempat bertanya siapa namanya, menolongku dan voila, berhasil. Aku sungguh bersyukur, masih ada manusia yang peduli. Aku bersyukur, Mas itu tidak pernah mendengar pesan yang sama seperti pesan Bapak Mertuaku, karena bisa jadi Mas …sebut saja Mas Malaikat, tidak akan pernah menolongku. Akhirnya saya sampai dengan selamat sampai ke rumah tanpa ada halangan yang berarti, kecuali kemacetan yang sudah masuk dalam risk appetiteku. Anyway … siapapun Anda Mas, saya bersyukur Tuhan mengirim Anda melewati jalan yang sama, malam yang sama, jam, menit dan detik yang sama ketika saya melintasi area itu. Malaikat itu Tuhan kirimkan saat aku membutuhkan.

Tepat satu tahun lalu, di Berlin Hauptbahnhof, stasiun kereta api utama di kota itu, sepasang suami istri dari negara berkembang bingung bukan kepalang. Gara-gara ticketing machine yang kurang friendly dan hanya menyajikan infomasi dalam bahasa Jerman. Sang istri sih ngakunya 22 tahun silam pernah belajar bahasa Jerman, dan sesekali membuat artikel dalam bahasa Jerman. Tapi ternyata kemampuan yang cuma seujung jari ini tidak membantu sama sekali. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan beberapa saat lagi bus reguler yang melewati hotel tempat mereka menginap akan semakin jarang. Tiba-tiba ada lelaki bersepeda dengan gaya hippie mendekati mereka berdua, dan menyapanya dalam bahasa Inggris. Bak malaikat turun dari sorga, lelaki ini menawarkan bantuan. Dia bahkan menjelaskan kepada pasangan ini tipe tiket yang sesuai dengan kebutuhan mereka, sehingga menghemat beberapa puluh euro. Sampai detik itu, pasangan ini masih berpikir bahwa lelaki ini pasti akan meminta imbalan. Turned out, lelaki hippie ini segera mengayuh sepedanya begitu bunyi printer di ticketing machine mulai menyala. Pasangan itu, yang adalah kami berdua, hanya sempat mengucapkan terimakasih sebelum dia mengilang di kegelapan malam. Malaikat itu Tuhan kirimkan saat kami membutuhkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.