UK : mengenang penggalan hidup

Dua buah pin, satu pin berlambang bendera Indonesia dan Britain, satu lagi berbendera Britain dengan tulisan Great in Education, menjadi souvenir ketika diminta berbagi pengalaman tentang kuliah di UK.

Acara yang dihadiri cukup banyak calon mahasiswa itu berlangsung dua jam di Hotel the Sultan. Ada 5 alumni UK institutions bersedia sharing pengalaman, termasuk aku. Banyak yang mengagungkan kota tempat mereka bertempur demi setimba ilmu. Aku yang kala itu harus ke Birmingham demi bertimba-timba ilmu, tak melihat kondisi kota terbesar di West Midlands itu sebagai dasar pilihanku. Dikala butuh penyejukan temen-temen alumni yang lain akan berlarian ke bukit-bukit indah disekitar kampus, aku cukup masuk ke sebuah charity shop milih Cancer Research, di daerah Harborne untuk sekedar mencari burning oil beraroma lavender yang kubakar disela-sela kesesakan hati.

Birmingham, tak seaman kota-kota yang sempat diceritakan para alumni yang beberapa kali mengingatkan tentang penembakan di kota mereka tinggal. Aku tau mau berkomentar tentang hal ini, meskipun selama setahun aku tinggal, telah terjadi dua kali penembakan di daerah Perry Barr, tempat yang tak jauh dari lokasi komunitas Indonesia berada. Aku tak ingin memberikan kesan seram di sebuah kota yang turut berkontribusi terhadap kisah hidupku..

Di negeri orang kita memang mesti hati-hati dan tau diri. Berusaha ramah dengan local residence. Bahkan ketika melewati kucing local berbulu tebal pun selalu kukatakan, “Morning Love, feeling good today?” meniru penjaga-penjaga di toko orang India Pakistan yang selalu memanggil customernya dengan sebutan “Luv”. Aku serasa sedang berkencan dengan salah satu dari mereka, setiap kata-kata “Luv” ini muncul.

Btw, tak banyak yang aku share dengan para calon mahasiswa ini, kecuali bagaimana ngakali seminggu pertama di UK. Pakailah bank contact anda. Google akan bersenang hati membantu Anda, tentu dengan key word “milis PPI UK”. Dan jangan lupa bergabung dan drop email dengan subject Help ;).

Kendala bahasa bisa diatasi tanpa tape recorder yang hanya akan berfungsi 2 minggu kemudian dibiarkan tergeletak dengan alasan waktu me-replay yang tak tersedia. Baca text booknya pas masih di Indo, sukur-sukur kalo nemu. Tentu anda harus contact program manager Anda untuk mengetahui list text book yang dipakai.

Milih private atau university accommodation? kalau ngomongin budget, private lebih ngirit. Tapi kalau tingkat kenyamanan ya university accommodation lebih menjanjikan. You buy the quality. Nyaman dalam artian, gak perlu ngurus2 gas listrik air TV or sambungan internet. Tapi Telewest Blue Yonder menjawab dua pertanyaan terakhir. Dengan 35 Pound, TV kabel, fix line telepon dan broadband internet selama sebulan terjamin. Lalu gas, air dan listrik ntah kami pakai apa. Di negara yang persaingannya cukup sehat, harga akan bersaing. Kalau tidak salah kami sempat ganti 3 kali provider dalam setahun. Sungguh rekor yang ruarr biasa menginat seumurr hidupku aku harus stick kepada PT PLN tercinta untuk menyuplai listrik

Tentu aku ambil private accommodation, dan tinggal bersama teman-teman senasib, para Chevening Scholar dari negeri … aku bahkan tak mengenali dari mana Ammal berasal, lahir besar di Jerman, sekolah hingga sarjana di USA lalu bekerja sebagai ahli gizi di sebuah rumah sakit di Riyadh. Mungkin orang Arab lebih pas menempel di jidatnya mengingat ada darah Saudi Arabia mengaliri sel-selnya. Satu lagi Samia yang fasih berbahasa perancis, dan selalu dibuat sibuk dengan text book kedokterannya. Jadilah kami warga chevening di Hurbert Road, yang mencoba membaur dengan karakter masing-masing. Terakhir, Gerline May Catangui si Pinoy, satu-satunya chevening scholar dari Philippines yang kuliah di B’ham Uni, bergabung dan menggeser Samia yang sibuk dengan lembaran bukunya. Kami bertiga menjadi Charlie Angels dan kelayapan hingga desa-desa sepi pinggiran B’ham. Kesasar, diterjang badai, hampir tenggelam di sungai Avon di kota kecil Stratford atau hampir dipeluk pemabok di atas bus, menjadi pengalaman unik kami. Kisahnya nyambung ahh kepanjangan.

Before Sun(rise/set)

Memikirkan Andrea dan A Ling membawaku kembali kepada kisah Celine dan Jesse dalam kisah Before Sunset. Mungkinkah Andrea menulis sebuah novel untuk menemukan cintanya kembali? Sebagaimana Jesse menemukan Celine kembali diantara kerumunan pembaca di sebuah toko buku di Paris di sela-sela promosi novelnya, setelah sembilan tahun berlalu tanpa berita. Ini bukan peristiwa kebetulan, namun skenario demi mengikuti kata hati. Aku sempat berkhayal kalau aku jadi A Ling atau Celine. Benarkah ada cinta – yang tak sekedar platonic- sebesar itu? For some reasons, I do believe this.

Taukah kamu film ini ? One of my favorites. Berulang kali aku membaca scriptnya, sambil membayangkan potongan adegan-adegan berputar di kepalaku. Satu bagian yang kusuka ketika mereka memperbincangkan Quackers Wedding demikian :

Jesse: Hmm. Do you know anything about the Quakers, the Quaker religion?
Celine: No, not much, no.
Jesse: Well, I went to this Quaker wedding once, and it was fantastic. What they do is the couple comes in and they kneel down in front of the whole congregation, and they just stare at each other, and nobody says a word unless they feel that God moves them to speak, or say something. And then after an hour or so, of just, uh, staring at each other, they’re married.
Celine: That’s beautiful. I like that.

Entah kenapa setiap ada kata Quakers Weeding aku lalu teringat kata Aramaic, namun kata itu sepertinya tak ada dalam script. Sepertinya penggalan kisah hidupku ada yang terhilang.

Mawar dan Krisan Putih

Apa arti White Rose and Crysant? Aku bisa memilih menjadi Berit yang menganalisa sesuatu berdasarkan bukti, symptoms yang terlihat nyata dan kejadian-kejadian yang terkait atau aku bisa saja menjadi Nils si penghayal yang akan mendasarkan kesimpulannya pada imajinasi liarnya. Ah rupanya selama dua hari di atas Bus Trans Jakarta berhasil menyusupkanku kedalam lorong-lorong perpustakaan ajaib Bibbi Bokken, mengisi jam-jam idle-ku di pagi hari dengan membaca percakapan-percakapan dalam buku surat agen rahasia Boyum and Boyum, dua sepupu yang tinggal di dua kota yang berbeda di Negeri Norwegia.

Pagi ini, di bawah mejaku, kudapati Mawar dan Krisan putih. Bagaimana mungkin dia tahu aku pengagum mawar? Mungkinkah dia pengagum rahasiaku? Tentu saja tidak. Satu-satunya authorized admirer-ku berada nun jauh disana. Dari tempat dudukku sekarang berjarak 1 jam dengan bus damri, 12 jam dengan pesawat terbang, dan tambahan satu jam lagi dengan Audi A4 seri baru,. Jadi kesimpulan sementara, orang ini adalah seseorang yang tak jauh dariku.

Mawar dan Krisan Putih? Mengapa putih aku kan suka mawar merah? Merah berarti passion, ah rupanya bukan itu tujuannya. Putih berarti suci. Mmm… ini lebih susah lagi jawabnya. Siapa yang suci? Aku? Semua umat akan menggeleng kalau aku mengangguk. Bahkan semua boneka anjing di dashboard mobil akan menggeleng lebih kencang lagi kalau aku mengaku bahwa aku suci. Hanya orang-orang Kudus-sebuah kota penghasil rokok di Jateng- yang layak menyebutkan dirinya sebagai orang suci. Aku pikir, satu-satunya kemungkinan yang masuk akal adalah bentuk penyerahan. Ya, putih, tepatnya bendera putih, perlambang penyerahan diri. Mungkin pengirim ini ingin tampak lebih elegan dengan mengirimkan mawar dan krisan putih. Pasti dia sayang untuk menggunting kaos putihnya, dan menjadikannya bendera untuk sesaat.

Tapi kenapa harus menyerah? Aku tidak sedang dalam pertempuran dengan siapapun. Tak ada seorangpun yang bersalah atau mendukakan hatiku saat ini.

Ah lagi-lagi aku gagal menganalisa. Kejadian 6 tahun lalu, ketika aku menemukan kaset Sheila On 7 (dengan lagu anehnya itu) di dalam tasku, terulang kembali. Gagal maning-gagal maning. Frustasi aku! Jamune ngendi Dab? Biasanya, dalam keadaan frustasi, aku selalu teringat jamu kunir asem. Ssssrrrrppp syegarrrr.

Bunch of Silence

I stood up on the treeless soil. It was early in the morning, the sky was clear, the world was still quiet.  Outside was the ocean, the immense, packed of surface …
In front of me, sat an old skeletal man, fell into his wretchedness.
… all I know,  my silence was complete.

Amaro senza te …

Ma limpido è il mattino
tra i campi un gran mulino
lì è nato il mio destino
amaro senza te…
amaro senza te.

Impossible Figures

BelvedereWatterfall

Escher. 5 Years ago, when I was introduced to his name and his work I suddenly fell in love to this kind of art. I may call it as impossible figures. See the pictures above, ‘Beveldere’ and ‘the Waterfall’. His other works include Concave and Convex, High and Low and many more. See this for bigger pictures.

Maurits Cornelis Escher is a dutch graphic artist with amazing and wonderful art. He is also well-known for his Metamorphosis I which metamorphoses the Italian town Atrani, coast of Amalfi into a cartoon figure. One of my favorites among his works is Metamorphosis II, not because reptile, one of my fave animal Gecko- I’d better call it as a pet since my Mom is having it as a pet- was pictured there.

Shigeo Fukuda, a sculptor who creates optical illusions, once tried to make three-dimension model of Escher’s Water Fall. Briliant!

So .. you may ask me why all of the sudden I talk about Escher. I got a nice book called ‘Onmogelijke Figuren’ by Bruno Ernst as a present while we’re celebrating the birthday of Sinterklaas. I enjoy the book very much.

You Can Never Hold Back Spring

You can never hold back spring
You can be sure that I will never
Stop believing
The blushing rose will climb
Spring ahead or fall behind
Winter dreams the same dream
Every time

You can never hold back spring
Even though you’ve lost your way
The world keeps dreaming of spring

So close your eyes
Open you heart
To one who’s dreaming of you
You can never hold back spring
Baby

Remember everything that spring
Can bring
You can never hold back spring

 

Email itu …

Halo Vie,apa kabar?” Begitu Mas Hananto, seorang rekan correspondent untuk media asing, memulai emailnya. Private email terpanjang yang pernah kudapatkan. Membacanya, seolah aku sedang membaca thesis, karena isinya lebih ke pandangan-pandangan dia dan berakhir dengan conclusion and suggestions.

Beberapa hari lalu aku sedikit gelisah, tidak menemukan tempat pas buat bercerita-kadang teman tidak selalu ada untuk kita- akhirnya aku berkirim email ke dia. Menuangkan keluh kesah.

Utk membahas hal itu, pertama-tama tulisan ini tolong diletakkan dlm konteks opini…” begitu paragraf berikutnya dimulai. “Setelah menerima imelmu, berhari-hari masalah, ide dan rencanamu itu aku pikirkan … bekerja di instansi pemerintah, dlm suatu sistim yg sangat birokratis (dlm suatu pola yg sdh tersusun scr sistematis bertahun-tahun, dlm jenjang hirarkis dimana didlmnya terdpt aktor2 dr berbagai golongan dan tipe kepribadian).Itulah konsekwensi yg hrs kita hadapi jk kita masuk atau mjd bagian langsung dlm birokrasi pemerintah. Bila ide, orientasi/cita2 dan kepribadian kita tdk cocok atau bertentangan dgn org atau sekelompok org, maka kita bagai menghadapi atau berbenturan dgn tembok kokoh.

Sistim birokrasi itu dihuni dan digerakkan oleh ratusan atau ribuan org, dan telah disusun bertahun-tahun. Dalam proses pembentukan dan pergerakan bekerjanya birokrasi itu (agar sesuai dgn rencana dan cita2 yg tlh digariskan) ada berbagai individu, golongan maupun kelompok yg memanfaatkan dan
mengambil keuntungan pribadi dari lemahnya dan ketidak-sempurnaan sistim birokrasi bekerja. Disinilah PERUBAHAN menemukan maknanya. Mereka yg mendiamkan, memanfaatkan serta mengambil keuntungan dari kelemahan dan ketidak-sempurnaan sistim birokrasi itu, berhadap-hadapan dgn mereka yg termasuk golongan ingin memperbaiki kelemahan dan ketidak-sempurnaan itu. Termasuk pula dlm hal ini mau (scr sadar dan ikhlas) mengakui dan menghargai ada perbedaan ide, semangat dan kreativitas. Dlm lingkup dan konteks inilah terjadi benturan. Krn dlm lingkup tsb terdapat sekat-sekat kekuasaan dan jenjang hirarkis, dimana aspek itu dibuat diantaranya utk memudahkan kontrol, koordinasi dan meningkatkan efektivitas.”

Lalu dia meng-address permasalahan ini dan meninjaunya dari nilai-bilai (values), begini lanjutannya“Padahal, konteks persoalan yg sebenarnya ada pada semangat dan nilai (values) atau moral. Moral disini diartikan sebagai bentuk manifestasi nilai kejujuran (kebenaran thd ajaran ketuhanan & hati nurani), kesetiaan (kesetiaan sbg pegawai pemerintah yg berarti tdk melakukan tindakan yg merugikan bangsa/masyarakat dan negara) dan keberanian (berani utk mempertahankan kebenaran, kejujuran, kesetiaan dan tidak mendiamkan suatu kesalahan)”. Dan yang aku perlu aku lakukan adalah … bla bla bla. Mencoba bersikap lentur atau luwes adalah sesuatu yang tidak mudah, karena berkaitan dengan bakat dan pola kepribadian. Lanjutnya : “Tp utk kelenturan (sebagaimana kita lihat Roosevelt, JFK, Akbar Tandjung, SBY dll), perlu latihan dan ‘simulasi’ terus-menerus, sayang kamu tidak terlatih untuk itu”. Aku hanya bercita-cita sebagai ibu rumah tangga Mas, bukan politisi 🙂 . Email itupun aku tutup kembali setelah sekian kali aku membacanya.

Cost and Risk Tradeoff

Beberapa hari lalu ketika kami sedang sibuk membahas kata-kata “menurunkan biaya dan menurunkan resiko” dalam hal pinjaman luar negeri pemerintah, aku duluan protes dengan dasar filosofi cost risk trade off. Cost atau risk adalah pilihan. Idealnya adalah costnya rendah dan risknyapun rendah. Oh indahnya dunia kalau itu memang boleh terjadi. Nyatanya mereka berbanding terbalik. Jadi yang bisa kita capai adalah menurunkan cost pada tingkat resiko yang bisa kita tolerir, atau sebaliknya.

Demikian pula hidup kita. Kita ingin hidup kita berwarna, biayanya, kita harus mencoba tantangan-tantangan baru. Tapi resikonya adalah turunnya tingkat kenyamanan kita karena pattern hidup yang harus berubah. Karenanya kita perlu mengira-ngira sampai tahap mana kita bisa mengatasi ketidaknyamanan ini. Insting kita akan membawa kita menilik ketidaknyamanan apa saja yang kira-kira bisa terjadi. Lalu kita mulai menimbang-nimbang apakah kita mampu menghadapi ketidaknyamanan itu. kalau jawabannya adalah ya, kita akan mencoba tantangan itu. Taukah kamu, opportunity bahwa hidup kita akan lebih menarik, tidak membosankan … more challenging, sudah siap diujung jalan.

Saat aku masih di Birmingham, aku suka mencari jalan-jalan baru, dari kampus ke kost. Tentu aku tidak mentolerir jalan dari kost ke kampus, karena terlalu beresiko. Dosen-dosenku kurang mentolerir mahasiswanya yang suka telat. Saat itu Aku sudah memperhitungkan resiko kesasar, waktu tempuh ke kost yang melebihi standarku atau menemui kejadian yang tidak mengenakkan. Tapi lihat saja hasilnya, pemandangan baru, pus-pus gendut yang baru, orang-orang baru yang kutemui di depan rumah mereka yang sekedar tersenyum atau cukup ‘say hello’. Saat itu juga hariku jadi indah.

Pun, beberapa hari lalu ketika aku berusaha mengubah nada dasar A ke C ketika aku memainkan lagu ‘Satu bintang dilangit kelam’ dengan gitarku. Sudah hampir sedekade aku selalu memainkan lagu kesukaanku ini dengan nada dasar A. Tentu pada saat mencoba, aku punya ketakutan bahwa aku akan memainkannya dengan cord yang salah, trus tetangga dan kucing yang ada didepanku akan menengok ke arahku dan mencibirku. Tapi aku berani menanggung resiko ini. Ternyata aku lebih pas dengan nada dasar yang baru ini.

There are so many ways to live your life, why not try one. intinyanya, perkirakanlah resiko yang akan kita hadapi, karena kita tentu tidak ingin bermain main dengan hidup kita.

Toko Buku Unik

TIM-web.jpg

Tepat seminggu yang lalu, seorang teman yang menurutku super jenius mengajakku refreshing keluar rumah. Tujuan awalnya adalah menonton pertunjukan atau entah acara apapun di Graha Bhakti Budaya. Namun rupanya kami kurang beruntung, tidak ada agenda apapun di jam siang, sementara jam malam bukan pilihan kami.

Jadilah kami ke toko buku di ujung Graha Bhakti Budaya. Toko ini cukup unik, koleksinya rada nyeleneh. Mungkin kalau kamu suka nyari buku-buku sastra, kupikir disini tempatnya. Buku lama, pun baru juga ada. Kami menghabiskan tiga jam membolak-balik buku. Jangan lupa bawa tissue basah. Tangan langsung berdebu setelah membolak balik beberapa buku. Kulihat temanku sesekali bertanya kepada penjaga toko, menanyakan buku yang dia cari. Kutu buku seperti dia pasti tertarik dengan buku yang gak lazim. Rata-rata aku tidak mengenal penulis pun topik dari buku-buku yang ada dikantong belanjaannya kecuali, satu buku kumpulan puisi Rendra dan satu lagi buku Umberto Eco-aku lupa judulnya, yg jelas bukan The Name of The Rose. Rupanya dia terpengaruh dengan pembicaraan kami sebelumnya tentang penulis yang banyak menyajikan fakta-fakta sejarah dalam novelnya tersebut . Aku sendiri membeli satu buku tentang demokrasi dan satu buku nyanyian persembahan Rabidranath Tagore ‘Gitanyali’. Uniknya toko ini telah memukau kami. Tak terasa malam pun menjelang, kami harus segera pulang.