Vois sur ton chemin

Vois sur ton chemin
Gamins oubliés égarés
Donnez leur la main
Pour les mener
Vers d’autres lendemains

Sens au coeur de la nuit
L’onde d’espoir
Ardeur de la vie
Sentier de gloire

Bonheurs enfantins
Trop vite oubliés effacés
Une lumière dorée brille sans fin
Tout au bout du chemin

Sens au coeur de la nuit
L’onde d’espoir
Ardeur de la vie
Sentier de la gloire

Just gonna stand there, and watch me burn …

“Hey, so sad”, kataku.

“Iya, Just gonna stand there, and hear me cry …” .

Sepenggal pembicaraan kami, menanggapi sebuah lagu yang dengan sengaja dia drop di accountku.  Aku lalu menelisik ke tiap bait, “ Just gonna stand there, and watch me burn. But that’s alright because I like the way it hurts…”.

Diam, pasrah menjadi obyek permainan alam, hingga waktu menjadi penentu saat saat kita hancur. Sounds insane. Tapi tak kupungkiri, akupun pernah melalui masa ini, dengan ritme yang sangat lambat. How painful it was. Beruntung, seorang malaikat mengangkatku 🙂

Entah mengapa, pikiranku tiba-tiba melayang pada sosok cantik yang pernah ada menghiasi langit malam beberapa ratus tahun yang lalu. Tycho’s Star. Bintang dengan pijar menawan, meskipun hanya untuk sesaat.

Pada tanggal 11 November 1572, Cassiopeia mendadak menjadi pusat perhatian. Tycho Brahe seorang astronom Denmark, tiba-tiba menemukan sebuah obyek terang kala berkontemplasi menengadah ke atas langit malam. Obyek yang tiba-tiba muncul di sekitaran Cassiopeia ini tampak sangat terang. This star was more brilliant than Venus and could even be seen in daylight. Bayangkan Venus, benda langit yang paling terang dengan apparent magnitudes -3 pun, tampak kalah pamor. Tentu jangan membandingkan benda ini dengan bulan apalagi matahari.  Jaraknya yang sepuluh ribu tahun cahaya, tentu tak ada apa-apanya dibandingkan dengan sang surya yang massive.

Namun, apa yang awalnya diduga sebagai sebuah bintang, ternyata adalah sebuah proses bunuh diri, penghancuran diri sendiri. A Supernova. What Tycho saw in Cassiopeia was the violent and almost totally self destructive death of a massive star.

Kemunculan bintang ini di tahun 1572 ternyata hanya sesaat. Beberapa bulan kemudian bintang ini mengecil, mengubah warnanya yang putih menjadi kuning kemerahan. Semakin mengecil dan semakin tak kasat mata, lalu lenyap. Tycho’s Star, hancur perlahan dalam delapan belas bulan, melebur dengan alam. Menyisakan debu-debu bintang dilangit kelam. Bersamaan dengan itu, nafaspun tertiup bagi lahirnya bintang-bintang baru.

Perlahan aku kembali pada bait lagu Rihana dan Eminem. Lalu terbersit dalam akal, bahwa sebenarnyalah kita belajar pada alam.

Duhh koq jadi sedih ya …  well… Nanti malam, kala langit cerah, tengoklah ke langit utara. Cari konstelasi kecil yang membentuk symbol W, Cassiopeia. Tak jauh dari situ, Tycho’s star pernah berdiam diri, menanti saat saat penghancuran dirinya sendiri. Bulan ini dan bulan depan, Cassiopeia akan tampak kasat mata. Inilah saat yang tepat untuk mengenang Tycho’s star.

Sarapan Pagi

Akibat ditinggal suami selama seminggu ini, dan efek ulah mertua yang memaksa mengantarku ke kantor (teramat) pagi hari (gilee, tiap jam 6.30 aku sudah sampai di kantor, barengan dengan CS yang terlebih dahulu membuka pintu), aku terpaksa menyimak berita di koran. Biasanya berita dari online portal sudah cukup bagiku.

Selama seminggu ini pemberitaan di Wall Street Journal dan Financial Times tentang misteri terapresiasinya yen Jepang cukup ramai menghiasi kolom di kedua koran tersebut, disamping ketakutan double dip recession di US yang juga beberapa kali menjadi headlines.

Dari beberapa catatan di koran tersebut, China dicurigai berada dibalik semua permasalahan ini.

Sejumlah analis menyebutkan fenomena ini sebagai sebuah misteri, bagaimana tidak,melihat yield differential saja kenaikan yen secara dramatis ini serasa mimpi. Jepang adalah source of carry trade, secara otomatis yen was forced down for years.

Basic factor lain yang dapat menjadi driver penguatan yen seperti current account surplus juga tidak mendukung. Current account surplus beberapa tahun ini cenderung menurun. Current account surplus sebesar 4.7% pada tahun 2007 diperkirakan turun menjadi sebesar 3.6% tahun ini.

Argumen lain yang menambahkan keanehan fenomena ini adalah faktor economic growth Jepang yang tampak seperti anak kembar  dengan growth di US. Data CEIC menyebutkan forecast GDP year on year tahun 2010 untuk Jepang adalah  sebesar 3.0% sedangkan untuk US sebesar 2.8%. Alhasil, faktor ini bukanlah alasan yang tepat untuk menggambarkan penguatan yen yang cukup dramatis.

Alasan yang tersisa hanyalah deflasi yang semakin memburuk ditambah dengan aksi China dalam memborong Yen. Penguatan secara dramatis ini tentu sangat menguntungkan bagi China dan juga korea sebagai manufaktur produk elektronik dan otomotif. Barang-barang dari Jepang semakin tidak kompetitif.  Apakah ini sengaja diinisiasi oleh China? Entahlah. Setidaknya, andaipun ini benar, aku akan menjadi orang pertama yang mengacungkan jempol untuk strategi China dalam meningkatkan ekspornya. Meskipun terlihat kurang etis, setidaknya ini bisa membuktikan bahwa money can buy anything.

Eniwei ini hanya rumors, dan kebenarannya masih disangsikan. Namun setidaknya, apapun alasan penguatan yen, pemerintah Jepang serasa kebakaran jenggot so that they step up effort to weaken yen.

Kanonskogelboom

Pagi-pagi sekali pasangan hati sudah mengirimkan foto di atas, yang diambil dari Siantar Hotel, tempatnya menginap selama seminggu ke depan.  He knows well my passion for plants and trees. Dan aku yakin, tatkala melihat foto di atas, adekku dan mbakku akan segera membayangkan sebuah tempat di Kebun Raya Purwodadi di mana  pohon ini dengan gagahnya menjulang tinggi ke angkasa.

Kanonskogelboom aka Couroupita guianensis aka Pohon Sala adalah pohon dengan buah mirip canon ball. It is the size and appearance of the fruits that have given to the tree its name. Dengan ketinggian yang bisa mencapai 25 meter, pohon yang berasal dari daerah tropis di timur laut Amerika Selatan ini, memang terlihat gagah.

Sekilas, bunganya mirip dengan angrek, tentu dengan aroma yang khas. Aku masih bisa mengingat jelas aroma bunga ini. Berbeda dengan bunganya, buah dari Couroupita guianensis cenderung berbau tak sedap. Bunganya pun muncul di cabang-cabang pohon yang tampak meliuk tak beraturan. Umumnya bunga ini akan muncul di bagian bawah batang pohon.

Lengkap sudah karateristik unik Couroupita guianensis. Batang utamanya yang kokoh menjulang tinggi dan mahkota bunganya yang indah membuat pohon ini menjadi perpaduan yang menarik antara stregth dan beauty.

Selain di hutan-hutan tropis di Amerika selatan pun di Indonesia, Couroupita guianensis tampak tumbuh subur di India. Di negara tersebut, pohon ini sudah dikenal sekitar dua atau tiga abad yang lalu.  Sebagaimana pohon Bodhi, Couroupita guianensis memiliki tempat tersendiri bagi umat Hindu. Bahkan di India, tiap etnis memberikan penamaan khusus bagi pohon ini. Setidaknya ada tiga julukan bagi Couroupita guianensis , yakni, Shiv Kamal, Nagalingam dan Nagkeshar. Bagi umat hindu di India, pohon ini cukup memiliki nilai magis. Lihat saja bentuk mahkota bunganya yang mirip bagian atas kepala naga, binatang yang mereka keramatkan.  Sedemikian pentingnya pohon ini, sehingga dia menghiasi kuil shiva dan kuil-kuil lain di India. Tak ayal, Kebun Raya Bali memiliki koleksi Couroupita guianensis cukup banyak, dibandingkan dengan kebun raya lain di Indonesia.

Lalu, mengapa pohon ini sampai di Siantar Hotel, Pematang Siantar, Sumut? Apakah ini terkait dengan keberadaan etnis India yang cukup banyak di Sumatera Utara? Ataukah seorang Belanda, atau Jerman yang berhasil membawanya ke kota ini? Entahlah. I guess it’s now your job, Abango, to find out! Btw, the trees are used as remedy to stomach aches too. So kalo pas lagi jauh dari adeknya gini, dan tiba-tiba sakit perut menyerang, ingat pohon ini ya? Jangan sampai kejadian di Palangka Raya terulang di Siantar 😀

When in Rome

Banyak jalan menuju Roma. Demikian ungkapan populer yang memang awalnya digunakan untuk menggambarkan paved roads di jaman kekaisaran Roma yang semuanya mengarah ke Roman Forum,tepat di depan Colosseum.

Sayang Appian Way, paved road yang tersisa dari jaman itu, tak sempat dikunjungi. Itinerary yang padat membuat dua hari kami cukup penat. Setidaknya, kami sempat melempar koin ke Trevi Fountain yang konon akan membuat kami kembali ke kota ini.  Yes, someday we will.

Benar saja, baru tiga hari kembali ke Jakarta, pasangan hati sudah membuat rencana-rencana baru yang di dalamnya, kota Roma menjadi salah satu alternatif.

Ok let me share our itinerary :

  1. Kami tinggal di Biara Suore San Giuseppe di Cluny. They accept cash only.  Tapi reservation is needed. Cukup email ke casaprocura.cluny@tiscali.it. Prompt reply will be granted. Kamar kami cukup sederhana tapi bersih. Suasana sepi dan tenang rupanya membuat tidur kami cukup lelap.  Jarak dari Stasiun Termini ke convent cukup dekat, bus stop ke empat dari rute bus 174, atau cukup 15 menit jalan kaki dari Stasiun Termini. Mini market, laundry, cafe and metro station are nearby. Tinggal di biara cukup menyenangkan. Partnerku mengganggap biara ini adalah tempat menginap paling berkesan selama perjalanan kami ke eropa.
  2. Hari pertama, pagi sekali kami mengunjungi Colosseum, kami cukup berjalan kaki dari San Giuseppe Di Cluny, setelah menembus taman, tampaklah Colosseum yang besar itu. Dengan Roma Pass, kami terbebas dari antrian panjang menuju entrance gateNo additional cost, cukup menunjukkan kartu tersebut, masuklah kami ke dalam Colosseum. Berikutnya Vatican Museum yang kami jangkau dengan metro yang stasiunnya tepat diseberang Colosseum. Kami turun di stasiun Metro Ottaviano, lalu mengikuti penunjuk arah. Tiba di depan Vatican museum, antrian telah mengular. Beruntunglah kami yang telah mengantongi tiket online. During summer time, online ticket purchasing is recommended. Tanpa menunggu antrian, kamipun menyusuri lorong, menikmati ruangan penuh lukisan fresco, koleksi sculpture dan koleksi2 lain yang menarik. Sistine chappel dan Raphael room tak ketinggalan untuk dikunjungi. Lebih dari 3 jam kunjungan kami ke museum ini, tentu tak kan cukup untuk mengeksplore semua. Kami hanya memberi waktu lebih untuk koleksi-koleksi yang telah menjadi incaran kami.
  3. Sore itu juga kami berjalan, menyusuri tembok tinggi menuju Basilica St.Peter, yang berada tepat di belakang museum. Waktu telah menunjukkan pukul 18.30 sore ketika kami melangkahkan kaki memasuki Basilica st Peter. Sayang makam para santo yang berada tepat di bawah Basilica St.Peter telah tertutup bagi pengunjung. Tapi kami akan kembali esok hari, mengingat ini adalah tujuan utama kami. Melangkah memasuki Basilica, mata kami disuguhi pemandangan elok, interior karya Giovanni Paolo Pannini.  Cukup satu jam kami menikmati kemegahan interior Basilica St Peter.  Menjelang malam, dengan Bus no 62 yang kami naiki dari bus stop dibelakang information center di area basilica, kami menuju Trevi Fountains untuk sekedar melempar koin 500-an rupiah sambil menikmati gelato tiga rasa di bibir kolam. Tak jauh dari tempat itu, Spanish steps telah menanti kami. Beberapa imigran tampak menawari mawar, dengan tipu muslihat yang sangat mudah dibaca. Kami yang level romantismenya jauh dibawah bunga mawar, hanya tersenyum-senyum memperhatikan ulah mereka.
  4. Hari kedua, sesuai rencana, kami kembali ke Bassilica St.Peter. Berdoa sesaat.  Lalu terdengar sayup-sayup rombongan ibu-ibu, yang dari logat berbicaranya bisa kupastikan mereka dari Surabaya. “Ngapain kita ndek sini?” “Mboh, ndak tau aku, wis lah ngikut ae”, demikian percakapan ibu-ibu atas respon seorang guide yang menunjuk kearah makam. ”Ini loh Bapak-bapak Ibu-ibu, makamnya Santo Petrus” kata sang guide yang  tampak kurang knowledgeable dengan sejarah gereja. Guide pribadiku terlihat jauh lebih menguasai. Abango perfecto! Hambar memang, kalau kita mengunjungi suatu tempat tanpa mengetahui kisah dibalik itu. Tujuan selanjutnya adalah memenuhi mimpi masa kecil partnerku, mengunjungi Capitoline Museum, hanya untuk sekedar berfoto dengan Romus dan Romulus. Lalu kamipun keluar dan berjalan ke arah kanan museum. Ternyata disinilah the best panoramic view untuk Rome Archaeological Sites. Sebenarnya, dari atas Colosseum, area ini memang terlihat cukup dekat. Namun untuk sebuah foto yang unik, angle dari sisi Capitolini jauh lebih menarik, Roman Forum berada tepat di depanmu. Selepas Capitoline Museum, kami berjalan kaki menuju Pantheon dan lalu menyinggahi  Piazza Navona untuk sesaat. Rupanya disinilah akhir perjalanan kami di Roma, kereta menuju Florence telah menanti di Termini.

Useful tips:

  1. Leonardo Express, kereta dari Fiumicino ke Termini, adalah the most convenient transfer apabila kamu sampai di Roma pada sore hari. Setidaknya kereta ini akan menghindarkanmu dari riuhnya lalu lintas kota Roma. Namun shuttle bus menuju Piazza Cavour dan Termini juga tersedia, dengan  harga tiket 6 euro lebih murah dibandingkan dengan tiket kereta yang 14 euro per person.
  2. Roma pass cukup value for money untuk digunakan selama tiga hari perjalanan di Roma. Kartu ini dapat digunakan untuk hampir semua transportation network di Roma, termasuk free entry untuk dua museum atau archaeological sites pilihanmu. Kami menggunakannya untuk masuk ke Colosseum dan Musei Capitolini
  3. Memesan tiket online untuk masuk ke Vatican sangat disarankan untuk menghindari antrian panjang yang cukup melelahkan. Namun biaya pemesanan sebesar 4 euro per tiket akan dibebankan kepada kita
  4. Restoran ”Hong Kong” disamping Termini cukup recommended. Rasanya endang gurindang.
  5. Take away food would be less pricey. Di beberapa trattoria atau ristorante, service charge, apabila di rupiahkan, jatuhnya cukup mahal.

Useful websites :

  1. Europe for visitor, web ini cukup terupdate dengan tips tips yang cukup relevan bagi Europe visitor
  2. Atac website . Halaman ini merupakan website resmi public transportation di kota roma, rute metro dan bus dapat ditemukan disini. Memiliki gambaran kota Roma di kepala kita, prior to the arrival in the city, akan memudahkan kita mengeksplore Roma in the limited time.
  3. Trenitalia. Tidak perlu pesan kereta secara online, kita bisa memesannya pada saat kita tiba di Termini. But it’s useful to check the departure time of the train to your next destination city . I’m a planer person, semua detail harus disiapkan sedini mungkin.
  4. Website Santa Susanna menyediakan info biara yang dibuka untuk umum.

Resta Qui


Resta qui con me, stay here with me …
You, who are mine
One moment and we will fly there
Where all is paradise if we are there
… alone but together

miss Toscana very much

Kusmi Tea

Setelah vonis untuk mengurangi asupan kopi ke tubuh itu berlaku, keluarga besarmu seolah menjadi safe heaven. Rasa yang light tentunya tak bisa menggantikan kenikmatan kopi dengan cita rata bold dan mantappp. Tapi apa boleh dikata, kesehatanku tentu yang paling utama.

Kamu perlu tau, aku tak mudah berpaling ke jenis teh yang lain. Sebagai penikmat teh melati, aku telah semena-mena menilai rasa teh yang lain. Terus terang teh Oolong kurang berjodoh dengan lidahku. Apalagi teh chamomile yang jelas jelas gagal membuatku relax. Bahkan diantara beberapa merk teh melati yang ada, aku cenderung setia satu atau dua merk saja.

Penampilanmu yang cukup elegan nan menawan, sepintas membuatmu terlihat berkelas. Tapi inilah aku, penikmat teh melati asli dari negeri sendiri. Aku tak goyah hanya dengan silauan mata. Hatiku pun takkan jatuh tanpa menelusup ke dalam cita rasamu.

Lalu pagi menjelang siang itu, aku melewatimu dan lantas mengacuhkanmu. Kamu beruntung, suamiku yang ganteng itu langsung melirikmu. Iya, dia jatuh hati. Semenjak memasuki Galleries Lafayette di lantai 6, matanya telah mengarah kepadamu. Seharusnyalah kau tersanjung. Aku menghampirimu sesaat hanya ketika suamiku bertanya, “Dek, mo nyobain yang rasa apa?” Kamu pasti sudah menduga jawabanku. “Indifferent”. Di duniaku hanya teh melati yang hidup, dan hanya dua merk saja yang menancap tajam di hatiku. Maaf, aku belum mengenalmu. Tapi suamiku yang baik hati tentu takkan sesinis aku. The finest Russia blend, bisik suamiku bangga tatkala meraupmu dari deretan teh di rak itu.

Beberapa hari sesudahnya… demi suamiku, aku menyeduhmu di air panas. Sengaja aku membaca buku petunjuk yang tersedia di dalam kotak kemasanmu yang memang cantik. Kaleng yang membungkusmu saja tampak unik. Tak bisa kupungkiri bahwa suamiku pun langsung jatuh hati.

Hatiku mulai bergetar tatkala sepintas aku melihat sejarah panjangmu. Dari Rusia, lalu London dan berakhir di Paris. Dari tangan seorang bocah bernama Pavel Michailovitch Kousmichoff, yang mulai belajar meramu teh diusianya yang cukup dini, 14 tahun, kamu menjadi teh kelas dunia. Bermula dari warung teh kecil di Sadovaïa Street, Rusia, tempatmu terlahir, reputasimu mulai memuncak. Kala itu tahun menunjukkan angka 1867.

Membaca kisah panjangmu telah menyulutkan gelora jiwaku. Rasa itu kian memuncak tatkala rasamu yang sedikit bold, tapi pleasant dan smooth itu terkecap di lidahku. Akupun jatuh hati.