Hari ini 17 Agustus 2006. Perjalanan dibuka dengan tontonan drumband di kota Rantepao. Tindak terlalu banyak tim. Konon karnaval baru dimulai besok. Sayang ini adalah hari terakhir kami di tempat ini.
Agenda perjalanan kami hari ini adalah mengunjungi tempat-tempat wisata pada umumnya. Dimulai dari Londa ’The Cave Grave” kuburan dari jaman purbakala yang menggunakan gua alam di bukit-bukit kapur sebagai tempat peristirahatan akhir. Karena berada dibukit kapur, didalam gua terlihat banyak stalagtit bergelantungan di atap gua.
Tujuan berikutnya adalah Lemo “The Hanging Grave”, kuburan yang dipahat dibukit-bukit batu. Konon hanya orang kaya yang mampu menguburkan keluarga mereka di sini, mengingat biaya memahat tebing-tebing batu yang cukup mahal dan memakan waktu cukup lama. Setelah itu, kami mengarah ke “Baby Grave” kuburan bayi yang diletakkan di dalam pohon di daerah Sangala. Mereka percaya bahwa pohon akan memberikan kehidupan bagi tubuh bayi-bayi ini sampai mereka cukup sempurna untuk melakukan reinkarnasi. Tak jauh dari Sangala, ada Kete Kesu, kampung Toraja lengkap dengan Tongkonan dan hanging grave serta patane (kuburan berbentuk bangunan kecil) dibagian belakang kampung. Tujuan terakhir kami adalah Bori “Circle of Megaliths’ dengan menhir-menhirnya yang konon bukan Obelix yang membawanya kesini.
Perjalanan hari ini kami sudahi pukul lima sore. Malamnya kami harus berangkat ke Makassar. Perjalanan hari ini seharusnya cukup indah. Tapi kami telah melihat sesuatu yang lebih spektakuler selama tiga hari ini.
Bus Litha menjemput kami pukul sembilan malam diantara kerumunan anak-anak muda yang nge-jamz, ikut meramaikan perayaan 17 Agustus. Ah Tator nan melong (cantik) … Lasule mokan (selamat tinggal) …
Dear Novi,
Thank you for writing beautifully bout my hometown.
Cheers