Ied Mubarak 1429 H

Dalam hal tak bertemu sinyal di Pulau Rinca, atau secara tidak sengaja HP tertelan komodo, ijinkan daku mengungkapkannya sekarang.                                                                      Idul Fitri

Maaf terucap tulus dari hatiku. Semoga jernih ya setelah liburan.

Halo … Effect

Aku melihat tulisan Vira ini dengan perspektif yang berbeda. Mungkin aku merasa sama seperti apa yang dia rasakan, keterkaitan dalam berpikir dan penuangan kata-kata.

Berawal dari you’ve got mail … and then you’ve got male.

Tak mengerti juga?

Tak apa, karena tidak semua perkara harus dimengerti.

Happy Anniversary, anyway! Aku mengingat hari ini setahun yang lalu.

Jika Roubini adalah Magic tapi Roubini bukan Nabi Nuh, Apakah arti Nubuat?

Kamu percaya dukun? Mungkin kamu anggap, di jaman modern seperti ini, profesi dukun tidak lagi sejalan dengan apa yang sering mendasari tulisan dan perkataan kita, “common sense”. Well to be honest, I believe there is always magic behind things. Secara nalar, sulit bagi kita mempercayai sesuatu yang tak kasat mata, tak tersentuh, tak teraba, jauh dari realita. Magic yang diterjemahkan Paulo Coelho dalam bukunya “Brida” sebagai “a bride between the visible and the invisible”, setidaknya memberi kita sedikit kelegaan, kala realitas tiba-tiba hadir diantara uncommon sense, we can simply say “Hey, it’s a magic!”

Ini ngomongin apa sih?

Well… pernah mendengar nama Nouriel Roubini? Partnerku yang memperkenalkanku dengan nama ini. Mungkin secara tidak sengaja, nama ini telah beberapa kali tertangkap mata kala aku membaca buku-buku finance ataupun majalah dan Koran. Hasil browsing di youtube membuatku menemukan realita baru tentang Ekonom berusia 50 tahun kelahiran Istanbul ini, bahwa Roubini-lah the magic itself.

Back to 2006, kala Roubini memberikan pidatonya di depan para audience di IMF. Pada hari Jumat (ntah kliwon atau bukan) tanggal 7 September 2006, Sang professor di Stern School of Business, New York University, menyatakan bahwa dunia finance sedang mempersiapkan sebuah crisis baru. “A crisis was brewing”, katanya. Beliau mengingatkan bahwa dalam beberapa bulan dan tahun kedepan, terdapat kemungkinan besar bahwa Amerika Serikat akan mengalami kejatuhan di sektor kredit perumahan, tekanan harga minyak serta menurunnya consumer confidence secara drastik yang pada akhirnya membawa dunia pada a deep recession. Hedge funds, investment banks serta financial institution besar semisal Fannie Mae dan Freddie Mac akan hancur, imbuhnya.

Mungkin kita akan berlaku sama seperti audience yang hadir saat itu, menertawai nubuat-nubuat yang dibuatnya pada saat kondisi perekonomian kala itu sedang robust, angka pengangguran dan inflasi yang rendah, perekonomian yang masih growing, meskipun harga minyak sedikit demi sedikit mulai merambat naik. Kamu-pun mungkin masih bisa merasakan kondisi perekonomian negara kita yang di tahun 2006 hingga awal 2007 mengalami awal masa keemasan financial market.

Roubini, bak orang gila yang salah jaman kala dia menyampaikan pidatonya di tahun 2006. Namun dunia berbalik. Apa yang dahulu dianggap sebagai orang gila oleh khalayak, kini telah dielu-elukan sebagai nabi. Lihat bagaimana kini Freddie Mac, Fannie Mae, Lehman Bros, pun AIG terseok-seok jatuh, dan konon Hank Paulson- Treasury Secretary, Ben Bernanke – the Fed Chairman serta SEC Chairman, Christopher Cox sedang memperbincangkan kemungkinan bail out sebesar 700 miliar dollar. Angka yang tidak sedikit.

Prophecy Roubini kembali digenapi, kala di bulan Februari banyak kalangan beranggapan bahwa perusahaan-perusahaan financial yang cukup kuat akan mampu meredam krisis kredit perumaan yang sedang terjadi. Lagi-lagi Roubini justru keluar dari pakemnya khalayak, dia justru mengingatkan bahwa setidaknya satu atau lebih dari perusahaan itu akan “go to belly-up” yang berarti sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Ramalan inipun tergenapi kala Bear Stearns kolaps, dan akhirnya dibeli JP Morgan dengan harga murah.

So what’s new?

Hasil wawancaranya dengan bloomberg TV tanggal 12 September 2008 lalu. Lagi-lagi Roubini membuat prediksi yang mencengangkan, setelah kejatuhan Lehman Brothers. Beberapa point yang dapat disarikan dari hasil wawancara itu antara lain, resesi kali ini masih akan berlangsung hingga 18 bulan kedepan, krisis finansial akan menyertai kita hingga dua atau tiga tahun kedepan, akan ada 2 hingga 300 bank lagi yang akan bankrupt, dan harga rumah [di US loh!] akan jatuh hingga 40% selama tahun 2009.

Berikut sedikit kutipannya : [kurang banyak? Cari di Youtube deh!]

“It’s a financial disaster. We’re in the middle of a severe financial and banking crisis and it’s going to get worse. A few months ago I said that most broker/dealers were going to collapse. First Bear Stearns in March, today Lehman, tomorrow it’s going to be Merrill in a merge with Bank of America. I don’t think that Morgan Stanley or Goldman Sachs will be able to remain independent. The entire business model for all of them is fundamentally flawed at this point. They’ll have to merge with a larger financial institution…

Sebenarnya banyak sekali kita temukan kasus peramalan yang akhirnya tergenapi. Semisal Ki Ronggowarsito yang sempat kutulis. Beberapa kali Mama Loren mampu membuktikan apa yang pernah disampaikannya lewat infotaiment yang ditayangkan di hari-hari pertama tahun baru. Pun, penulis buku tenar seperti Robert T. Kiyosaki yang sempat menulis Rich Dad’s Prophecy di tahun 2002 bernubuat tentang ramalan si Ayah tentang kehancuran bursa saham dan program pensiun, yang memaksa kita agar lebih bijaksana dan berstrategi dalam mempersiapkan diri ke arah kehancuran ini.

Percaya atau tidak percaya? Kemungkinannya hanya dua, terjadi atau tidak sama sekali. Tak perlu membiarkan kekuatiran meraja, karena orang hidup perlu bertindak, namun jangan pula lengah. Stay cool but keep vigilant! Tetap tenang tanpa kehilangan kewaspadaan.

 

 

Catatan: Nouriel Roubini ini bukan dukun beneran loh. Tak layak disandingkan dengan Mama Loren, pun ki Joko Bodo. Dia memakai analisa matematis politis untuk memprediksi kondisi masa depan. Ingin meminta advisory dia untuk menganalisa harga-harga saham yang layak untuk dibeli? Maaf , dia sedang sibuk akhir-akhir ini, karena banyak Central Bank dan Ministry of Finance di Eropa pun Asia sibuk mem-booking waktu beliau. Kalau kamu sudah kadung jatuh dengan portofolio-mu yang tak jua rebound, lihat kembali tujuan investasi kamu. Kalau memang kamu buy the fundamental, kamu telah siap dengan konsekuensi “Beli sahamnya trus merem (tutup mata.red)”.

For You Who Shine

SkyAboVe
Angkasa tanpa pesan| Merengkuh smakin dalam | Berselimut debu waktu | Ku menanti …cemas

Kau datang dengan sederhana | Satu bintang di langit kelam | Sinarmu rimba pesona | Dan kutahu tlah tersesat …

*Teruslah bersinar dilangitku yang kelam … Malaikatku*

Aku dan Buku

“Mengapa ada perasaan peduli terhadap orang yang tidak kita kenal? Apakah kasih itu bersifat menular? Atau hanya sebuah “kesamaan” yang mendorong seseorang untuk merasa peduli?” Sejujurnya, aku tak pernah menemukan jawaban pasti untuk pertanyaan-pertanyaan ini.

Lalu apa kaitannya ide paragraph di atas dengan paragraph-paragraph selanjutnya? Jawabannya ada pada buku dan aku.

Pernahkah kamu menginventarisir hal-hal yang pernah kamu alami akibat buku yang kamu bawa? Pernahkah orang peduli dengan buku yang sedang kamu baca? Vira pernah berkisah tentang kebiasaannya membaca di atas public transportation, yang akupun sebenarnya memiliki kebiasaan yang sama. Dari pada kepala dibiarkan idle, unoccupied oleh suatu ide, buku menjadi teman paling setia, disamping lagu-lagu yang terputar di Mp3 player. Buku membuat jarak tak lagi menjadi masalah.

Tepat seminggu yang lalu, seorang bapak tua yang duduk disamping kananku tiba tiba menyapaku dan menanyakan majalah apakah yang sedang kubaca. Rupanya artikel tentang Aidit yang disertai beberapa foto Presiden pertama RI menarik perhatiannya. Setelah kutunjukkan halaman depan Intisari edisi September 2008, Bapak yang mengaku berusia 80 tahun di bulan Oktober nanti, memulai kisahnya bertugas di Angkatan Udara RI. Akhirnya di sepanjang jalan menuju kantor, aku mendengarkan dengan seksama, dongeng pagi yang dikisahkan dalam tiga bahasa sekaligus, Indonesia, Inggris dan Belanda, tentang nama besar Bung Karno. Sebelum berpisah, dia sempat berujar “The nation which forgets its defenders will itself be forgotten”. Aku tersenyum, bersyukur atas pagiku yang indah.

Kejadian itu segera memunculkan ingatanku pada kasus serupa di atas pesawat yang membawaku menuju kota Surabaya, beberapa tahun lalu. Kejadian ini hampir menjawab pencarianku akan seorang dokter yang telah membantuku keluar dari perut mamaku.

“Kamu veteriner, Mbak?” seseorang disamping kananku tiba-tiba menuduhku. Mendapatkan tuduhan yang kurang beralasan, aku segera bertanya, “Memang saya terlihat seperti dokter hewan, Pak?” Ah rupanya novel yang sedang kubaca itu sempat menarik perhatian si Bapak. Mungkin Andrea Hirata pun Bapak satu ini akan mendapat tuduhan serupa gara-gara menggemari novel-novel dari penulis yang sama, James Herriot. Percakapanku dengan Bapak yang ternyata adalah salah satu dari beberapa dokter kandungan, yang pada hari kelahiranku masih aktif bertugas di RS Syaiful Anwar Malang itu, membawaku ke imajinasi konyol jaman dahulu tentang ‘bagaimanakah muka dokter yang membantu kelahiranku? Apakah dia tersenyum melihatku yang baru pertama kali itu menengok dunia? Bisakah dia bercerita tentang keceriaan yang tergambar di wajah Papa dan Mamaku pada hari Kamis menjelang petang, beberapa puluh tahun silam?’

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan konyol itu belum saatnya terjawab karena Bapak itu bukanlah dokter yang membantu persalinan Mama.

Jadi apakah yang membawa Bapak-bapak itu segera menyapaku? Kasih yang menular? Buku yang kubawa? Atau isi buku itu yang memiliki tempat pribadi di hati mereka? Setidaknya gara-gara buku pula, partnerku terpaksa kuakui sebagai suami karena seseorang yang baru beberapa menit memperkenalkan dirinya tiba-tiba bertanya hal-hal yang sedikit pribadi. Kala itu aku memegang buku Foucault.

Buku membawa kisah menarik bagimu kah? Berbagilah kisah denganku!


Koffie Drinken in Bakoel Koffie

Ketika kamu berkesempatan berbelanja groceries di Albert Heijn atau Hema, Douwe Egberts dengan berbagai variasi pasti terpajang disalah satu rak. Demikian pula di supermaket-supermaket Italia, Lavazza tak kan bersembunyi dari para penikmat kopi. Ini tak ubahnya kita, peminum kopi, yang kalau ke pasar nyarinya ya Kopi Kapal Api. Standar sekali bukan?

Namun tahukah kamu bahwa jauh sebelum Kopi Kapal Api berlayar sejak tahun 1927 dengan kapten kapal Go Soe Loet, seorang pendatang dari Fujian, China, nama merk kopi Tek Sun Ho telah berkibar 49 tahun sebelumnya di negeri ini.

Suatu malam, di sebuah warung kopi bertajuk Bakoel Koffie didaerah Cikini, tersebutlah dua orang manusia yang dimabukkan oleh aroma kopi tubruk yang tersaji di dalam sebuah mug putih. Ini adalah tempat mereka bersama mengurai cerita, membaca koran pun majalah atau sekedar iseng mengisi teka teki silang. Sudoku ??? tak ketinggalan.. Jadilah tempat ini sebuah tempat perkunjungan kala kepala sedang pening.

Namun disela-sela ritual meminum kopi itu, mata tiba-tiba tersaji sebuah logo seorang wanita dengan bakul di atas kepalanya. Lalu dimulailah perjalanan waktu ke lebih dari satu abad sebelumnya, tepatnya 130 tahun silam.

Alkisah di tahun 1878, tersebutlah Liauw Tek Siong, seorang pemilik toko di daerah Molenvliet Oost yang kini bernama Jalan Hayam Wuruk mulai menerapkan positioning strategy, dengan memfokuskan usahanya dibidang per-kopi-an saja. Setiap hari, seorang perempuan dengan bakul di atas kepalanya, mengirimi Tek Siong biji kopi segar, yang segera disangrainya, lalu dijual dibawah label Tek Sun Ho.

Liauw Tek Siong inilah yang mengoperasikan toko kopi ini hingga tahun 1927 kala anaknya Liauw Tian Djie mengambil alih operasional toko, dan mulai secara profesional mengembangkan usahanya.

Di tahun 1938, 60 tahun setelah berdirinya toko kopi Tek Sun Ho, gambar perempuan penjaja kopi dengan bakul diatas kepalanya mulai digunakan sebagai logo resmi kopi Tek Sun Ho. Beragam kualitas kopi dijual, termasuk kopi berkualitas rendah dengan campuran jagung, agar kaum berpenghasilan rendah-pun mampu membelinya.

Namun, di tahun 1965, kala Partai Komunis berkuasa, penamaan dalam bahasa asing, terutama bahasa China, mulai menemui kendala. Sejak saat itulah, Tek Sun Ho beralih nama menjadi warung tinggi, sesuai dengan posisi toko yang memang lebih tinggi dibanding dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.

Hingga tahun 1994, lokasi toko sekaligus pabrik di kawasan Hayam Wuruk ini tak lagi mampu menampung kapasitas produksi yang semakin lama semakin meningkat. Tangerang akhirnya menjadi kota pilihan. Ekspor ke Jepang , Belanda dan Timur Tengah semakin gencar, segencar penjualan kopi ini di supermaket-supermaket dalam negeri.

Demi menjaga kualitas dan kapasitas produksi, tahun 2001 keluarga Tian Djie akhirnya membagi perusahaan ini menjadi dua, dengan label masing-masing. Brand Warung Tinggi masih tetap dipertahankan, disamping lahirnya brand baru, Bakoel Koffie. Namun tak lama kemudian Warung Tinggi dijual ke investor lain. Hanya Bakoel Koffie-lah yang tersisa dan dikelola oleh buyut Liauw Tek Siong, Hendra dan Syenny Widjaja.

Akhirnya … uraian sejarah kopi mula-mula di Jakarta ini berhenti di warung-warung dengan label Bakoel Koffie. Apakah mengetahui sejarah panjangnya akan mengubah kenikmatan meminum kopi tubruk di Bakoel Koffie? Entahlah, setidaknya terbersit sedikit kelegaan tatkala mengetahui bahwa logo perempuan dengan bakul di kepalanya itu jauh lebih tua dibandingkan usia kami.