Ketika kamu berkesempatan berbelanja groceries di Albert Heijn atau Hema, Douwe Egberts dengan berbagai variasi pasti terpajang disalah satu rak. Demikian pula di supermaket-supermaket Italia, Lavazza tak kan bersembunyi dari para penikmat kopi. Ini tak ubahnya kita, peminum kopi, yang kalau ke pasar nyarinya ya Kopi Kapal Api. Standar sekali bukan?
Namun tahukah kamu bahwa jauh sebelum Kopi Kapal Api berlayar sejak tahun 1927 dengan kapten kapal Go Soe Loet, seorang pendatang dari Fujian, China, nama merk kopi Tek Sun Ho telah berkibar 49 tahun sebelumnya di negeri ini.
Suatu malam, di sebuah warung kopi bertajuk Bakoel Koffie didaerah Cikini, tersebutlah dua orang manusia yang dimabukkan oleh aroma kopi tubruk yang tersaji di dalam sebuah mug putih. Ini adalah tempat mereka bersama mengurai cerita, membaca koran pun majalah atau sekedar iseng mengisi teka teki silang. Sudoku ??? tak ketinggalan.. Jadilah tempat ini sebuah tempat perkunjungan kala kepala sedang pening.
Namun disela-sela ritual meminum kopi itu, mata tiba-tiba tersaji sebuah logo seorang wanita dengan bakul di atas kepalanya. Lalu dimulailah perjalanan waktu ke lebih dari satu abad sebelumnya, tepatnya 130 tahun silam.
Alkisah di tahun 1878, tersebutlah Liauw Tek Siong, seorang pemilik toko di daerah Molenvliet Oost yang kini bernama Jalan Hayam Wuruk mulai menerapkan positioning strategy, dengan memfokuskan usahanya dibidang per-kopi-an saja. Setiap hari, seorang perempuan dengan bakul di atas kepalanya, mengirimi Tek Siong biji kopi segar, yang segera disangrainya, lalu dijual dibawah label Tek Sun Ho.
Liauw Tek Siong inilah yang mengoperasikan toko kopi ini hingga tahun 1927 kala anaknya Liauw Tian Djie mengambil alih operasional toko, dan mulai secara profesional mengembangkan usahanya.
Di tahun 1938, 60 tahun setelah berdirinya toko kopi Tek Sun Ho, gambar perempuan penjaja kopi dengan bakul diatas kepalanya mulai digunakan sebagai logo resmi kopi Tek Sun Ho. Beragam kualitas kopi dijual, termasuk kopi berkualitas rendah dengan campuran jagung, agar kaum berpenghasilan rendah-pun mampu membelinya.
Namun, di tahun 1965, kala Partai Komunis berkuasa, penamaan dalam bahasa asing, terutama bahasa China, mulai menemui kendala. Sejak saat itulah, Tek Sun Ho beralih nama menjadi warung tinggi, sesuai dengan posisi toko yang memang lebih tinggi dibanding dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.
Hingga tahun 1994, lokasi toko sekaligus pabrik di kawasan Hayam Wuruk ini tak lagi mampu menampung kapasitas produksi yang semakin lama semakin meningkat. Tangerang akhirnya menjadi kota pilihan. Ekspor ke Jepang , Belanda dan Timur Tengah semakin gencar, segencar penjualan kopi ini di supermaket-supermaket dalam negeri.
Demi menjaga kualitas dan kapasitas produksi, tahun 2001 keluarga Tian Djie akhirnya membagi perusahaan ini menjadi dua, dengan label masing-masing. Brand Warung Tinggi masih tetap dipertahankan, disamping lahirnya brand baru, Bakoel Koffie. Namun tak lama kemudian Warung Tinggi dijual ke investor lain. Hanya Bakoel Koffie-lah yang tersisa dan dikelola oleh buyut Liauw Tek Siong, Hendra dan Syenny Widjaja.
Akhirnya … uraian sejarah kopi mula-mula di Jakarta ini berhenti di warung-warung dengan label Bakoel Koffie. Apakah mengetahui sejarah panjangnya akan mengubah kenikmatan meminum kopi tubruk di Bakoel Koffie? Entahlah, setidaknya terbersit sedikit kelegaan tatkala mengetahui bahwa logo perempuan dengan bakul di kepalanya itu jauh lebih tua dibandingkan usia kami.
bakoel koffie atau koffe ya? coba besok2 aku cek lagi…kadang aku suka slip of eyes 😀
Aku [rasa] di blog ini sudah mulai perlu ada kategori ‘Kopi’ — atau setidaknya ‘Benda-Benda Beracun Dan Berkafein’ 🙂
Sudoku, Neng geulis banget deh. Minum kopi memang membantu konsentrasi bermain sudoku, biar gak salah nempatin angka.
Koffie enak
bagus juga tuh buat gath ma temen kantor..
thanks ats infonya
cikini ya? ah..jadi ingat betapa ada sepetak hati yang pernah ada di sana.
Bener mas Kun, sepertinya tema “kopi” perlu dibuatkan kategori tersendiri di blog ini,
mis: “koffie foesffieta W” apa ya? 😀
@Hedi: Pas dikau lewat, huruf i-nya lagi minum kopi di warung, Sam!
@Koen: Kalo benda-benda berkafein semisal kopi dan teh ya? Kalo benda-benda beracun itu semisal bungkus kopi dan bungkus teh atau mesin penggiling kopi, yang kalo dikonsumsi akan meracuni tubuh kita.
@Akang: Iya Kang, minum kopi itu membuat mata kita melek, jadi jangan sampe kita mengisi angka-angka di kotak TTS.
@Steven: Echt Lekker! Met twee bruine zuiker klontjes.
@Bunga Sansevieria: Kupikir memang pas juga buat hang out with friends, selain buat mojok juga.
@Vira: Vir, jajahan dikau besar juga yach! Tak berbatas pulau dan lautan 😉
@Nova: Duhh mentang-mentang “koffa” gak bisa diminum ya. Kalo Koffie yang ini menggigit Mas. Be aware of her!