Pukul lima sore kami ke Pulau Khayangan. Ketika bercakap-cakap dengan seorang polisi yang berasal dari Timor-timur, aku memperoleh gambaran bahwa Pulau Khayangan tak lagi seperti khayangan (sorga). Namun demi sebuah foto sunset, kamipun pergi juga.
Tiket masuk ke pulau ini pada saat hari libur adalah Rp. 30.000 perorang, hari biasa mereka hanya mengenakan Rp 15.000 perorang. Harga ini sudah termasuk tiket pulang pergi dengan menggunakan motor boat yang hanya memakan waktu kurang lebih 15 menit. Pulau ini cukup kecil dan bisa kukelilingi hanya dengan beberapa menit saja. Pulau yang sudah dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata ini dilengkapi dengan penginapan dan cafe kecil. Harganya cukup mahal kupikir, dengan fasilitas hiburan terbatas, paling murah mereka mematok harga perkamar 250 ribu. Pulau ini sepertinya kurang terawat, kulihat banyak sampah bahkan pecahan gelas dibiarkan menghiasi bibir pantai. Namun pemandangan sunset yg indah seolah mengubur semua kesan buruk tentang pulau ini.
Kami cukup beruntung, tak ada awan yang menutupi birunya langit yang direfleksikan air laut yang seolah olah tenang menanti saat-saat fajar tertelan perut bumi. Pukul 18.15 matahari benar-benar lenyap.Tapi semburat merah dibatas cakrawala masih cukup jelas, lalu menguning, menghijau dan membiru bercampur dengan langit. Satu titik planet terlihat jelas. Tepat pukul 18.30 kami kembali ke Makassar dengan perahu boat yang sama. Penumpang kali ini memenuhi sisi-sisi perahu yang kebanyakan adalah anak-anak kecil beserta orang tua mereka. Gelap segera meraja dan bintangpun mulai memainkan mata.
Pukul 18.30 kamipun kembali ke kota Makassar.