Titik Balik

Segala sesuatu mengikuti gerakan gerakan tertentu, naik turun, yang dalam banyak kasus, terprediksi. Mungkin lebih tepatnya aku bilang siklus atau setidaknya kurva klimaks dan anti klimaks.

Banjir lima tahunan sampai dengan krisis ekonomi sepuluh tahunan pun dibahas. Untuk yang terakhir itu, masih debatable. Metode charting pun mulai banyak diterima, menggeser metode fundamental yang bisa menghitung secara pasti kejadian-kejadian tertentu dengan asumsi-asumsi tertentu. Banyak dari mereka yang sebelumnya apriori dan apatis dengan metode charting mulai membuka hati. Tapi ketepatan prediksi tentang kapan pembalikannya atau berulangnya suatu kejadian hanya Tuhan yang tahu. Kaum fundamentalist percaya hanya jika syarat dan ketentuan berlakunya suatu kejadian terpenuhi, suatu akan terjadi. Tapi kaum yang doyan charting percaya bahwa pada satu titik tertentu sesuatu akan terjadi. Termasuk pula, jika angka-angka perkenonomian mencapai titik tertentu maka pembalikan akan terjadi.

Kalau kita lihat di surface-nya, kondisi makro ekonomi kita sepertinya baik-baik saja.
Pergerakan rupiah misalnya yang menguat dari Rp.9.132 per USD pada kuartal akhir 2006 menjadi Rp 9.102 per USD pada kuartal pertama tahun 2007 dengan tingkat volatilitas yang hanya 0.57% merupakan pertanda rupiah mulai stabil. Angka surplus Balance of Payment membaik. International reserve yang per akhir maret mencapai USD 47.2 milyar, setara 4,7 bulan nilai import dan pembayaran utang republik tercinta menunjukkan angka yang meskipun belum sepenuhnya menjadi signal tingkat sustainability, namun kondisi ini jauh lebih baik. Tingkat inflasi yang terkendali, bahkan akhir bulan lalu dinyatakan deflasi – 0.16% ditengah-tengah teriakan ibu rumah tangga yang mengeluhkan harga minyak goreng yang melambung.

Tapi bagi mereka mengamati tingkat perbaikan beberapa indikator ekonomi Indonesia, misalnya rupiah yang menguat, semakin naiknya indeks harga saham gabungan, menurunnya yield Surat Utang Pemerintah terus menerus akibat turunnya SBI, mulai kuatir akan terjadinya pembalikan (reverse). Reverse itu wajar, manusia misalnya, dulunya gak punya trus sekarang jadi berada atau sebaliknya. Reverse mengikuti hukum alam. Tapi kalau sudden reverse, itu yang bikin shock.

Orang mulai kuatir terjadinya krisis ekonomi kedua. Ketambahan lagi efek ekses likuiditas yang tak mampu mendongkrak sektor riil. Ekses likuiditas di pasar akibat pertumbuhan di negara-negara seperti China dan India yang cukup tinggi, membengkakkan cadangan devisa mereka. Ditambah lagi perekonomian di negara-negara maju yang kurang lagi menarik karena tingkat pertumbuhan yang tidak terlalu significant – maklum udah well developed, apa lagi yang mau di develop – membuat return yang dihasilkannya pun tak seberapa. Walhasil negara berkembang yang salah satunya adalah Indonesia menjadi tujuan aliran dana-dana tersebut. Capital inflow mulai membanjiri republik ini, tapi kalau banjirnya berupa hot money, ini yang mesti diwaspadai. Kepemilikan SUN oleh asing mengalami peningkatan tiap bulannya, per akhir april ini posisinya mencapai 16.13 % dari keseluruhan kepemilikan SUN, dibanding sebulan sebelumnya yang cuma 14.50%. Meskipun dari prosentasi ini kepemilikan oleh hedge fund kurang signifikan, kita mesti waspada terhadap kenaikan ownership oleh asing secara terus menerus. Idealnya sih semuanya berimbang. Jadi kalau ada redemption besar-besaran di satu party, gak akan berpengaruh banyak terhadap pasar.

Kesimpulannya, segala sesuatu kembali kepada pada titik awal. Siklus terus berjalan. Ketika segala sesuatu berjalan membaik, selalu waspada, ada titik balik. But overall, aku percaya krisis masih jauh.

2 thoughts on “Titik Balik”

  1. Seberapa besar sih hot money yg mengalir ke Indonesia? :)Kan ada juga yg mengatakan itu sebagai indikator mulai masuknya investasi jangka panjang (kepercayaan)?

  2. Mmm tapi kan kalo hot money at any time bisa cabut dari republik ini. Kecuali aliran dana itu masuk langsung ke sektor riil, contoh gampangnya sih bangun pabrik di sini. Nyerap tenaga kerja iya, naikin perkapita income iya juga. Kalo dibilang indikasi kepercayaan sih masih meragukan ya, mereka ini cuman nyari return yang menggiurkan, mana kala return yang dihasilkan gak lagi tinggi, mereka akan kabur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *