Labuhan bajo mungkin tak banyak dikenal wisatawan domestik, apalagi bagi kaum hedonist, penikmat kemapanan. To my surprise, mapan dan nyaman rupanya sudah cukup tersaji di kota kecil berpenduduk mayoritas orang Bugis ini.
Ibu kota administratif Kabupaten Manggarai Barat ini bak intan yang mulai diasah. Potensinya, sangat luar biasa. Keindahannya, tak terbantahkan.
Mungkin kamu akan berpikiran sama sepertiku yang mencoba mengaitkan nama kota ini dengan suku Bajo yang menempati perairan Sulawesi. Tak salah memang. Lautnya yang sangat tenang karena dilingkupi oleh pulau-pulau kecil, menjadikan teluk di bagian barat Pulau Flores ini sebagai pilihan Suku Bajo, si manusia perahu, untuk berlindung dari hempasan badai di Selat Sape. Begitulah kisah mula-mula kota, yang kini lebih terekspos sebagai kota pariwisata ketimbang kota nelayan.
Ya, dengan masuknya dollar-dollar ke kantong-kantong di kota ini, Labuhan Bajo mulai terlihat menggeliat. “The Power of Scarcity” kata partner trekking. Karena tak satu pulaupun di muka bumi ini selain Pulau Rinca dan Pulau Komodo, yang mampu menyajikan tontonan hewan purba, Komodo, di habitat aslinya. Dan Labuhan Bajo adalah gerbang utama menuju kedua pulau ini.
Lihat bagaimana kota kecil yang tak ubahnya sebuah kecamatan di Pulau Jawa ini telah dipenuhi oleh agen-agen wisata yang siap melayani wisatawan domestik, pun manca negara. Yang sungguh menakjubkan bagiku, tak kurang dari 6 bulan, setidaknya ada 3 hotel baru yang mulai beroperasi. Airport Komodo yang berjarak kurang lebih 10 menit dari pusat kota, tertata fairly nice untuk travelers seperti kami, disamping hotel-hotel kecil yang cukup menjamur. Labuhan Bajo selayaknya sebuah kota yang sedang mempersilahkan tamu-tamunya untuk singgah dan menikmati keindahannya.
Points of interest? Ada Pulau Rinca, Pulau Komodo dan Pulau Padar yang pada tahun 1990 ditetapkan sebagai Taman Nasional Komodo. Taman Nasional ini oleh UNESCO juga ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia dan Cagar Biosfir. Disamping ketiga pulau ini, Pulau-pulau kecil lainnyapun tak kalah menarik. Pulau Bidadari, pulau berpasir putih yang letaknya hanya 30 menit dari Pelabuhan Tilong di Labuhan Bajo. Pulau Kalong tempat ribuan kalong singgah di sore hari. Pulau Kanawa, tempat pengasingan diri dan lokasi ideal untuk menuliskan sebuah kisah roman. Terlalu banyak tempat persinggahan penawar hati, namun dengan waktu yang sangat terbatas, short visit ke Gua Cermin yang terletak sekitar 20 menit dengan mobil dari pusat kota, perlu dilakukan.
Jadi, tatkala current account BOP (Balance of Payment) Indonesia masih negatif dan posisi rupiah masih dalam tekanan, berwisata domestik menjadi pilihan kami. Disamping ikut berempati atas kondisi perekonomian negara ini, kami ingin ikut menyukseskan Visit Indonesia 2008. Terdengar klise bukan. Tapi sejujurnya inilah alasan kami pada tanggal 29 September hingga tanggal 2 Oktober 2008, memilih Labuhan Bajo sebagai persinggahan, tempat hati dan mata kami dimanjakan.
Visit musi 2008? Kapan?
Foto-fotonya di share dong Neng Geulis. Ekspor bulan agustus menurun! BOP pasti akan membaik juga.
photho2x nya donk Bu 😀
@Vira: Tinggal 3 bulan lagi yach. You’re going to be my best tour guide, Vir.
@Akang: Lupa bawa card reader Kang. iya Kang Nilai ekspor turun tapi importnya turun juga. Dan secara total nilai Ekspor lebih tinggi dari Import Kang, makanya positif. Masih ngantuk gara2 kena machet di pantura ya?
@Nova: Besok Mas, tak publish.
Dengan pemekaran Manggarai, Labuhan Bajo tentu semakin maju. Salut, Anda memang explorer.
Perkenalkan saya dari Majalah Tamasya,
Kita tertarik untuk memunculkan blogs ini ke Majalah kami, karena kebetulan di majalah Tamasya ada rubrik yang namanya Traveler’s Blog.
Untuk menghubungi saya, bisa di email ke redaksi@tamasya.info
terima kasih sebelumnya
chieeehhh
blognya teh nop bakal masuk majalah euy!
makin kondangs aja niyh naga-naganya ^_^
labuan bajo bukan hanya kota kecil yang indah,
labuan bajo juga merupakan gudang uang!!!
tapi sayang,masyarakat asli labuan bajo,buta and tuli akan hal itu!!
Jeung, nyasar ke web mu lagi gara-gara search Labuhan Bajo 😉
Labuan Bajo calon kota kecil yang indah, emang benar. Keindahan taman bawah laut, putihnya pasir pantai, jernihnya air laut, padang rumput yang menawan, semua itu benar. Keindahan alam yang mempesona bukan hanya membuat labuan bajo dan taman nasional komodo tetap kokoh dengan semua pujian keindahan namun juga keindahan alam itu mampu menciptakan karakter baru pada masyarakatnya. Masyarakat pendatang bugis dan bajo berbaur dengan penduduk asli manggarai menciptakan kerukan masyarakat dan kerukunan beragama yang jarang dijumpai di daerah lain yang heterogen. Terlalu kasar dan tidak bermoral jika mengatakn masyarakat labuan bajo buta dan tuli. Labuan bajo bukanlah tempat untuk merauk uang untuk bisa merasa kaya dn makmur. Labuan bajo dari sejarahnya pendatang bugis dan bajo adalah tempat untuk mendapatkan tempat untuk hidup tenang dan damai, salah satu alasannya adalah menghindari pertikaian DI/TII di sulewesi selatan pimpinana kahar muzakar pada awal RI berdiri. Jadi, masyarakat labuan bajo tidak mengutamakan mengeruk alam untuk uang dan harga, tetapi cukp untuk bisa hidup damai dengan tetap terbuka pada perkembangan zaman.