The Zahir

Tulisan ini lebih dari satu tahun mendiami USB stick ku, kutemukan kembali setelah aku membongkar catatan-catatan pribadi yang selalu tersimpan dengan sebuah password. Aku mencarinya lagi setelah mendapati sebuah email dari seseorang yang belum kukenal :

Si tokoh “Aku”- aku belum menemukan padanan namanya di halaman-halaman awal pun halaman akhir yang kutengok diawal proses membacaku- telah berjuang untuk memperoleh cinta istrinya yang pertama, yang kedua, dan yang ketiga. Dia terus berjuang menemukan keberanian untuk meninggalkan istrinya yang pertama, yang kedua, dan yang ketiga, karena cintanya pada mereka tidak bertahan lama, dan hidup perlu dilanjutkan, sampai suatu saat dia akan menemukan seseorang yang dilahirkan ke dunia ini untuk menemukannya- dan orang itu bukan salah satu dari ketiga istrinya. Disuatu hari yang tidak biasa, dia bertemu dengan seorang jurnalis cantik dan cerdas yang tak banyak bicara. Seseorang yang lebih sering menolaknya ketimbang menerimanya dengan senyuman semu. Setelah kebosanan melandanya, dan konflik-konflik yang menghiasi kehidupannya dan wanita ini, sesuatu terjadi. Suatu pagi, alih-alih mengetik beberapa kalimat, dia memandang ke sebelah ruangan, wanita itu- Esther- sedang membaca koran dengan tampak letih, diam tak banyak bicara, menyisakan pertengkaran mereka semalaman. Pikirannya segera beralih, deretan tombol-tombol mesin ketik tidak lagi penting, huruf-huruf dia susun dikepalanya menggambarkan wanita yang tidak selalu menunjukkan rasa cintanya dengan gerakan tubuh, wanita yang selalu bisa membuatnya berkata ’ya’ meskipun dia ingin menjawab ’tidak’, wanita yang selalu memaksanya berjuang demi sesuatu yang ia percaya merupakan tujuan hidupnya, wanita yang telah membiarkannya pergi sendiri karena cinta wanita ini padanya lebih besar dari pada cintanya kepada dirinya sendiri, dan wanita yang matanya berbicara lebih banyak dari pada kata-kata. Dia kagum, jari-jarinya mulai menekan tombol-tombol mesin tik…

The Zahir, demikian judul bukunya. Kata-kata diatas bukan kutipan aku hanya menyarikan beberapa lembar dari buku itu. Aku menyukai gaya bahasa di buku-buku Paulo Coelho, walaupun kadang gaya egosentrisme-nya gak terlalu kental seperti Susanna Tamaro. Dari beberapa buku Paulo Coelho yang kumiliki The Devil and Miss Prym membuatku memberontak atas kekangan-kekangan yang menyelimutiku untuk kemudian tertunduk dalam penyesalan dan pencarian The Zahir. Sosok itu begitu nyata dimata dan hatiku, tak jua lekang dipudarkan waktu.

4 thoughts on “The Zahir”

  1. for the very first time nih ngisi comment di blog barunya teh nopi..:)
    many years after my last visit at novi.f2s.com 😀

    request! bikin webblog lagi dong..hehehehehe

  2. it is too, one of my fave book…
    a must read book by anyone who decides to get married oneday…
    hihi… =))
    lovely…

  3. Hmm the Zahir, msh blum baca :p..
    tetapi begitulah hidup, selalu sebagai tanda koma diantara ranting bercecabang kemungkinan-kemungkinannya…yang dengan berbagai cara kita seolah menerima saja anugrah ataupun kutukan, pencerahan sekaligus ketersesatan…dalam pencarian-pencarian(seperti yang kamu bilang sebelumnya :))

  4. –Gre– murid-murid TK ‘weblog’ nya dah pada kabur Gra.
    –Fay– Bener Fay, the Zahir mengajari kita untuk menghargai pasangan kita.
    –Pei– Kita dilahirkan untuk terus mencari Pei. Tapi masih ada Crux (Soutern Cross) yang selalu mengarah ke selatan kalau kita kehilangan arah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *