“The person who gives him or herself wholly, the person who feels freest, is the person who loves most wholeheartedly. The person who loves most wholeheartedly feels free. And the freedom is having the most important thing in the world without owning it”
Ini hanyalah sepenggal catatan Maria, tokoh yang dituliskan Paulo Coelho dalam bukunya Eleven Minutes. Atau tulisan ini bisa pula dijadikan refleksi Paskah, pun postingan ini terlambat satu hari. Tentu seperti si KW aku tidak ingin memperbincangkan agama disini. Aku cukup puas menjadikan kepercayaanku sebagai pengalaman paling intim antara aku dan Dia.
Percayakah kamu bahwa cinta seringkali ditunggangi dengan ribuan tuntutan dan konsekuensi? Kenapa cinta tidak bisa hadir dengan tulus? Ya, aku berbicara tentang Cinta Agape, Eros pun Philia.
Cinta seringkali mengikat. Patutkah itu disebut Cinta? Kalau jawabanmu adalah ya, maka cinta tak ubahnya seperti beban, yang tak lagi membahagiakan dan menentramkan tapi membelenggu.
Dengan meneladani kisah Yesus yang memiliki Kasih Yang Membebaskan, Maria-tokoh dibuku itu- ingin menggambarkan bahwa cintanya pada Ralf Hart adalah cinta yang membebaskan. Dia tak ingin mengubah mimpinya akan lelaki ini menjadi kenyataan. Karena kenyataan sangatlah getir, dan mimpi adalah keindahan.
“Yes, I love you very much, as I have never loved another man, and that is precisely why I am leaving, because, if I stayed, the dream would become reality, the desire to possess, to want your life to me mine … in short, all the things that transform love into slavery. It’s best like this – a dream.”
Ketika hari-hari terakhir Maria yang hendak kembali ke desanya di Brazil, dia tak lantas mengikat Ralf kekasih hatinya. Bagi Maria, Ralf Hart adalah kekinian, yang setiap detik kebersamaannya adalah kenikmatan. Hari esok belum tentu hadir karenanya Maria tidak ingin membebani Ralf dengan hari esok. Sedari awal dia percaya bahwa “LOVE is NOT voluntary enSLAVEment, and FREEDOM only exists when LOVE is present”. Membiarkan Ralf terbang dengan kepak sayap kebebasan adalah wujud kasih tulus.
Although in most cases, Maria bisa saja memaksa Ralf untuk tinggal bersamanya, demi lenyapnya sebuah perasaan kehilangan, kepedihan, tapi tetap saja hati Maria tak lantas surut.
Sambil menutup renungan ini, let us rethink about LOVE that Love doesn’t fear of suffering, lost, and rejection. Selamat Paskah dan selamat menikmati cinta yang membebaskan.
selamat paskah juga. adakah kasih manusia se membebaskan kasih yesus? 🙂
kalo cinta dan kasih sayang yang mengikat itu namanya egois…mau menang sendiri 😀
😀 All about LOVE…. cuuuiiii
Have a Hoppy Easter!
Selamat Paskah, Novi 🙂
tulisan ini seperti sedang menampar, berkali-kali.
ngomong cinta itu nggak akan ada ada habisnya ya Vi?
@KW: Semoga kita semua dimampukan untuk memiliki kasih yang membebaskan
@Hedi: Setuju Kang, kalo mau menang sendiri, cinta diri sendiri saja.
@Nova: Happy Easter juga Mas!
@Koen: Nuhun Kang.
@Vira: Vir… aku tidak sedang menyindirmu kan? You have to know…it’s also not easy for me.
@Em: Iya Jeng, sama seperti motret sunset, mataharinya selalu ada tiap sore, cuma kadang kala kita tidak beruntung karena awan menutupi keindahan itu. Demikian pula cinta, selalu ada di sekitar kita tapi sering kali tertutup perasaan egois kita.
maaf
@Steven: Maaf? Sampai kapanpun kita takkan pernah mengerti :). Tak ada satu katapun yang pantas menjawab kata maaf itu. No need to say sorry Stev :).